Monday, January 05, 2009

FOR YOU, PARENTS...

Dalam sebuah kesempatan bincang-bincang dengan salah seorang narasumber, penulis berdiskusi mengenai bagaimana menerapkan pola asuh yang baik terhadap anak sehingga nantinya kelak ketika dewasa sang anak tidak mengalami perkembangan menyimpang, dalam hal ini tumbuh dewasa menjadi seorang gay. Menurut sang narasumber, yang notabene adalah seorang psikolog, cara kita menyentuh atau membelai anak dapat mempengaruh preferensi seksualnya ke depan. Misalkan, ketika seorang ayah membelai bagian-bagian tubuh tertentu anak laki-lakinya dan sang anak menikmati sentuhan tersebut, maka kelak ia akan mencari sensasi kenikmatan tersebut dari laki-laki lain. Penulis pun tercenung, sedemikian rentan dan rumitkah?

Dalam kesempatan tersebut, sang narasumber mengungkapkan keinginannya untuk menulis buku mengenai hal itu dan mendaulat penulis sebagai editor. Dengan berapi-api, sang psikolog menjelaskan alasan A sampai Z mengenai pentingnya pengetahuan pola asuh yang baik dan benar tersebut. Masih menurut beliau, awam kadang hanya cukut tidak memperbolehkan anaknya melakukan permainan yang biasa dilakukan lawan jenisnya dan itu sudah cukup. Awam cukup melarang anaknya laki-lakinya bermain boneka atau lompat tali atau mendandani anak tersebut selayaknya anak perempuan dan itu dirasa sudah cukup membentenginya dari penyimpangan seksual. Masih menurut sang psikolog, ketika seorang anak laki-laki bermain boneka, hal tersebut tidak dapat secara serta merta membuatnya menjadi seorang gay kelak di kemudian hari. Sebaliknya, yang dapat menjadi pemicu seorang anak tumbuh menyimpang secara seksual adalah hal-hal kecil yang kadang luput dari perhatian kita semisal belaian seperti disebutkan di atas.

Tanpa meremehkan teori sang psikolog, penulis tersenyum. Dalam hati, penulis berkata, "Oh my God! There's so much you don't know, Missy. Mungkin yang kau katakan tersebut berdasarkan teori dari bangku kuliah maupun literatur yang kau baca. Tapi sekali lagi, kau tidak tahu sama sekali bagaimana rasanya menjadi seorang gay. And FYI, being a gay is not that terrible, you know.

Sebuah ide (sebut saja gila) kemudian muncul. Dari pada kita sibuk mengeliminir sekian banyak aspek pemicu seorang anak dari menjadi gay, apakah tidak lebih baik kita mempersiapkan orang-orang di sekitar anak tersebut (misal orang tua) untuk dapat menerima kenyataan bahwa anaknya "spesial". Penulis berpendapat bahwa sebesar apapun usaha orang tua melindungi anaknya agar tidak menyimpang secara seksual, mereka tidak dapat seratus persen membuat sang anak steril dari pengaruh homoseksualitas yang sangat mungkin menjangkitinya di dunia luar, misal pertemanan. Mungkin semasa usianya masih tergolong anak-anak, sang putra kesayangan masih dekat dan ketergantungan kepada orang tua masih sangat kental. Namun menginjak usia remaja, sebagaimana kita semua mafhum, seorang anak akan lebih memiliki kedekatan dengan teman-temannya daripada orang tua. Pada masa ini, banyak yang hal bisa dilakukan seorang remaja yang tidak diketahui orang tuanya termasuk ketiak sang remaja mencoba mengeksplorasi bakat terpendamnya menjadi gay.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa ketika seorang anak tumbuh menjadi gay, dia tidak akan pernah mempersalahkan orang tuanya. Seorang gay sadar bahwa tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah preferensi seksualnya termasuk dengan menyalahkan pola asuk orang tuanya semasa ia kanak-kanak. Yang dibutuhkan seorang gay dari orang-orang terdekatnya (terlebih orang tua) adalah penerimaan dan kemauan untuk memahami apa adaya. Orang tua boleh saja tidak menyetujui preferensi seksual anaknya (karena seorang gay tidak akan pernah memaksakan hal itu) namun demikian orang harus mampu menerima kenyataan bahwa anaknya adalah seorang gay.

Ah, ide tersebut di atas harus menjadi sebuah buku. Sudah saatnya masyarakat kita memiliki literatur yang akan mengajari mereka bagaimana memperlakukan anaknya yang tumbuh menjadi gay. Para orang tua juga harus belajar bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi anak gay-nya. Orang tua harus mempu memahami pilihan anaknya untuk menjadi gay dan bukannya menentang dengan menjatuhkan vonis dan berbagai hukuman yang alih-alih membuat sanga anak jera malah sebaliknya. Yang tidak kalah penting adalam bagaimana menyiapkan pola pikir orang tua agar dapat menerima preferensi seksual anaknya.

Hhmmm... Apa kira-kira judul yang tepat untuk buku tersebut? "Panduan Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak Gay" atau "Langkah Mudah Menjadi Orang Tua Keren bagi Anaknya yang Gay" atau "Bagaimana Memahami Seorang Anak Gay"?

2 comments:

Anonymous said...

smart..
kenapa juga harus aware dengan anak "gay". sementara kebanyakan anak "gay" bukan trouble maker in familiy bahkan anak "gay" mostly a sunshine in family..
jadi orang tua tdk perlu melakukan apa - apa untuk anak "gay" nya, selain bersyukur.

just like that.

angel

suara.hati said...
This comment has been removed by the author.