Saturday, August 22, 2009

PSIKOLOGI LELAKI HORNY

Apa yang dapat dilakukakan seorang lelaki yang sedang horny? Segalanya! Sekali lagi, SEGALANYA! Ya, seorang lelaki horny dapat melakukan apa pun. Pernah dengar kasus kriminal tentang seorang ayah yang tega memperkosa darah dagingnya sendiri? Atau, seorang kakek yang menggagahi bocah di bawah umur dengan iming-iming diberi mainan? Atau, seorang pemuda iseng yang memperkosa nenek-nenek maupun perempuan gila yang ditemuinya di pinggir jalan?

Sebuah gurauan menyebutkan bahwa lelaki memiliki dua kepala (dan karenanya membuat laki-laki berpikir lebih rasional dibanding perempuan). Namun sayang, kedua kepala tersebut tidak bisa difungsikan secara bersamaan. Apakah kedua kepada tersebut? Tidak lain adalah kepala atas (kepala dalam arti sebenarnya yang didalamnya berisi otak) dan kepala bawah (baca: kepala penis). Ketika kepala atas bekerja (semisal berpikir untuk memecahkan masalah rumit), maka secara otomatis kepala bawah tidak bisa difungsikan (semisal ereksi). Hal serupa terjadi ketika kepala bahwa berfungsi (baca: sedang horny), maka secara otomatis pula kepala atas tidak berfungsi yang karenanya lelaki yang bersangkutan akan mencari objek pelampiasan birahinya tanpa mempedulikan logika. Dan di sinilah bagian menariknya…

Sebagai seorang gay, kamu tentu pernah naksir seorang lelaki straight (entah karena penampilannya, kepribadiannya, intlektualitasnya, atau… memang karena dia membuat horny saja). Kamu pun kemudian berandai-andai, “Kira-kira, adakah kemungkinan dia bisa menjadi gay?”, “Bagaimana ya rasanya tidur dengan dia?”, dan “Apakah intelektualitasnya di bidang akademik berbanding lurus dengan kepintarannya di tempat tidur?” Menanggapi hal ini, sebagian orang akan berkata, “Let it go. He’s straight, he’s off the table.” Namun tidak demikian halnya dengan penulis. Penulis berpendapat, teruslah berharap karena penulis mempercayai satu teori bahwa ketika lelelaki sedang horny, dia bisa melakukan apapun termasuk seks dengan sesama lelaki. You know what, all we need is a chance.

Ya, yang kita butuhkan hanyalah kesempatan berdua dengan lelaki yang kita taksir tersebut saat dia sedang horny. Kita dulu tentu masih ingat ketika pertama menginjak usia belia dan memiliki rasa penasaran yang cukup tinggi tentang seks. Dengan beberapa teman kita pernah menonton film atau majalah bokep bersama. Tidak jarang pula hal tersebut berujung pada masturbasi bersama-sama. Meski tertarik (secara seksual) dengan salah seorang teman tersebut, kita tidak berani berbuat lebih semisal menawarkan “bantuan” kepadanya dikarenakan kepolosan kita saat itu. Padahal kalau kita berani menawarkan bantuan kala itu, maka sudah hampir dapat dipastikan kalau acara menonton bokep bersama itu akan menjadi orgy party for beginner. Ya, dari pada melakukannya dengan tangan sendiri, mending dengan bantuan tangan atau bahkan mulut orang lain bukan? Seperti itulah kira-kira ilustrasinya. Tentu saja, kesempatan tidak akan datang begitu saja dan karenanya kadang kita yang harus menciptakan kesempatan tersebut.

Satu hal yang menghalangi seorang lelaki straigt melakukan seks dengan sesama lelaki adalah harga dirinya sebagai seorang lelaki sejati. Mereka berpendapat, melakukan seks dengan sesama lelaki akan mengurangi kelelakiannya sebagai seorang laki-laki. Mereka masih beranggapan bahwa hanya bencong yang mau melakukan seks sejenis dan mereka tidak mau disebut demikian. Karenanya, sebelum melakukan seks dengan lelaki straight, yakinkan dia bahwa ini hanyalah antara dia dan Anda. Katakana padanya bahwa tidak akan ada orang lain yang mengetahui persetubuhan tersebut.

Ah, dasar laki-laki…

Sunday, August 09, 2009

SAME SEX MARRIAGE

Pernahkah Anda tergelitik bertanya, mengapa kaum gay kerap bergonta-ganti pasangan? Mungkin jawaban atas pertanyaan tersebut adalah karena nafsu birahi seorang gay tidak akan pernah terpuaskan hanya dengan satu orang pasangan. Mungkin kaum gay termasuk dalam katagori lelaki yang anti-kemapanan sehingga ia kerap berpindah dari satu lelaki ke lelaki yang lain. Atau mungkin juga karena memang pada dasarnya semua lelaki homo itu brengsek sehingga mereka merasa bangga kalau bisa meniduri lebih banyak laki-laki.

Mungkin ketiga jawaban tersebut di atas adalah opsi yang paling banyak muncul di kepala banyak orang. Namun, pernahkan terpikir di benak Anda bahwa mungkin perilaku gonta-ganti pasangan yang dilakukan kaum gay ini dikarenakan tidak ada lembaga atau institusi yang dapat melegalkan hubungan mereka seperti perkawinan dalam dunia hetero? Mungkin terdengar ekstrem dan mengada-ada, tapi tidak ada salahnya kalau kita membuka sedikit logika agar jawaban tersebut masuk dalam daftar opsi jawaban pertanyaan pembuka artikel ini.

Ingat, pada dasarnya seorang gay adalah manusia juga yang memiliki kebutuhan untuk settle-down. Mereka yang masih berpikir bahwa kaum gay menyukai gaya hidup bergonta-ganti pasangan, sebaiknya berpikir ulang. Kenyataannya, dalam satu titik kehidupan setiap gay pasti pernah merasakan bosan, lelah, dan akhirnya menyerah dengan petualangan dari satu lelaki ke lelaki lain ini. Seperti lelaki hetero, mereka memiliki kemampuan (dan ingin sekali) untuk setia pada satu pasangan, mengarungi hidup bersama orang tersayang, dan menua bersama hingga akhirnya maut memisahkan mereka.

Masalah muncul kemudian ketika kaum gay tidak memiliki fasilitas untuk melegalkan hubungan tersebut. Paling tidak masyarakat mengakui keagungan ikatan diantara mereka meski hal tersebut tidak harus disebut sebagai pernikahan. Paling tidak, ketika masyarakat menghormati (tidak harus merestui) ikatan tersebut, kaum gay memiliki kontrol sosial terhadap komitmen dengan pasangannya. Kalau pernikahan adalah ekspresi perayaan cinta, maka kaum gay pun berhak merayakan cinta yang mereka rasakan, bukan?

Fakta yang menggambarkan kian maraknya perceraian ikatan perkawinan antara pria dan wanita akhir-akhir ini seolah menampar kaum hetero. Bagaimana tidak, di mata kaum hetero, pernikahan bukan saja penyataan ikatan sehidup semati antara mempelai pria dan wanita tapi juga sumpah setia di hapan Tuhan Yang Maha Esa. Sumpah perkawinan tidak lagi sekadar sumpa antara sesama manusia tapi juga antara manusia dengan penciptanya. Karenanya, kaum hetero tidak boleh mempermainkan pernikahan dengan alasan apa pun. Dan ketika terjadi permasalahan dalam pernikahan tersebut, perceraian dijadikan alternative terakhir setelah sebelumnya kedua belah pihak telah menempuh segala cara untuk mempertahankan ikatan tersebut. Toh perceraian tetap saja marak. “Kalau kalian tidak becus menjaga kesakralan ikatan perkawinan, mengapa kalian melarang kelompok lain yang dengan tulus mengaungkan ikatan tersebut?”

P.S.:
Setelah Belanda, Belgia, Canada, dan negara bagian California, sepertinya Indonesia harus segera menyusul melegalkan pernikahan sesama jenis ini. Mengapa? Di samping untuk memfasilitasi keinginan warga negara homo yang kian meningkat jumlahnya, ternyata hal ini juga dapat mendatangkan keuntungan devisa. Bayangkan, Canada sebagai negara tetangga USA kerap didatangi pasangan homo yang menumpang menikah di sana. Dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan tentu saja ini dapat menambah tebal perolehan keuntungan devisa bagi Kanada. Indonesia sebagai Negara yang kaya dengan objek wisata, sepertinya dapat mengemas paket pernikahan sesama jenis ini dengan bulan madu ke beberapa objek wisata kita.

Jangan keburu mencibir. Bayangkan saja keuntungan yang akan diperoleh negara dari ide ini. Just think about it!

Saturday, August 08, 2009

ANIMALE

Dalam keputusasaannya mencari cinta sejati, penulis pernah curhat kepada seorang teman perempuan. “Duh bahagianya ya jadi kamu. Punya pacar cakep dan setia.”, keluahnya di sebuah kesempatan chatting dengan sang teman via YM. “Di dunia gay, lelaki seperti itu sulit sekali ditemukan. Semua pria gay brengsek dan tukang selingkuh.”, sambungnya lagi. Sang teman tersenyum dan kemudian berkata, “Kalau pria brengsek sih di dunia hetero juga tidak kalah banyak. Kamu hanya belum mendapatkan pria yang cocok saja.” Seperti petuah bijak, kalimat tersebut langsung membekas di benak penulis. Ya, lelaki brengsek tidak membutuhkan label homo ataupun hetero. Kalau dari sono-nya brengsek ya brengsek saja.

Dalam salah satu adegan serial “Ugly Betty”, Daniel Meade pernah menasehati Betty Suarez dengan berkata “All men are dog.” demi melihat sang asisten tampak putus ada mengejar pria impiannya. Betty yang kala itu tengah dilanda kebingungan dengan sikap Jesse yang terkadang memberi harapan dan di lain kesempatan seolah menjaga jarak setuju dengan pendapat sang atasan. Ya, semua lelaki adalah binatang yang tidak tahu terima kasih karena telah dicintai. Alih-alih membalas ketulusan cinta yang kita berikan, mereka selalu saja menuntut lebih meski mereka juga tahu tidak layak diperlakukan seperti itu.

Pertanyaannya, “Sesulit itukah menjadi lelaki baik?” dan “Apakah kalian tidak pernah lelah selalu membuat sakit hati seperti itu?” Sebenarnya mudah saja menjadi lelaki manis yang layak dilimpahi cinta dan kesetiaan. Yang harus Anda lakukan adalah mensyukuri anugerah kekasih yang diberikan Tuhan kepada Anda Kalau Anda bisa bersyukur seperti itu, Anda akan berpikir dua kali untuk berbuat sesuatu yang beresiko kehilangan anugerah terindah tersebut. Bermacam godaan tidak akan terasa menggiurkan kalau Anda sudah bisa menghargai hal terbaik yang pernah Anda miliki tersebut. Mudah bukan? Lalu mengapa kalian tidak melakukannya? Apakah ini yang dimaksud dengan ungkapan “(Bad) boys will be (bad) boys” sehingga meski mudah menjadi lelaki baik mereka tetap saja memilih berperilaku menyebalkan? Entahlah.

Sebentar, bukankah penulis sendiri berjenis kelamin laki-laki? Lantas mengapa dia menghujat lelaki sedemikian rupa seolah ia bukanlah seorang lelaki? Bukankah dengan demikian secara tidak langsung dia menghina dirinya sendiri? Dan bukankah ini dapat dipandang sebagai kontradiksi antara opini dan kondisi faktual penulis itu sendiri? Well, kalau lelaki diibaratkan sebagai binantang, ada ada banyak spesies binatang di dunia ini dan penulis lebih senang mengibaratkan diri sebagai binatang yang cantik serupa kupu-kupu ataupun kelinci yang menggemaskan. Tidak bertentangan bukan?

Friday, August 07, 2009

LET’S GET LOUD

Sudah nonton film “Harvey Milk”? Kalau belum, Anda harus segera menyaksikan film tentang perjuangan politisi gay di San Fansisco tersebut. Dalam film yang diangkat dari kisa nyata tersebut, Sean Penn yang memerankan tokoh Harvey Milk, berjibaku memperjuangkan hak-hak kaumnya di parlemen. Tidak mudah tentu saja. Namun demikian, sang politisi tetap gigih berjuang sampai akhirnya suara dan keberadaan kaum gay diakui secara legal-formal.

Menginspirasi. Itulah kata pertama yang ada di kepala penulis setelah menonton film tersebut. Penulis berpikir, “Bukankah sudah seharusnya Indonesia memiliki tokoh (politisi) seperti Harvey Milk?” Ya, kalau melihat banyaknya jumlah gay di kota-kota besar, penulis kerap berpendapat harus ada yang menyuarakan keinginan mereka di parlemen. Suka atau tidak, sudah saatnya keberadaan kaum gay di Indonesia diperhitungkan. Bukan sekadar pekerja salon, desainer pakaian, serta icon banyolan di layar kaca. Gay ada di sekitar kita dan mereka adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban sama seperti warga negara lainnya dan butuh pula untuk dihargai keberadaannya.

Terdengar berlebihan? Tidak juga. Perjuangan kaum gay Indonesia untuk diakui keberadaannya sebenarnya sudah dimulai sejak awal tahun 1980-an. Menurut Dede Oetomo (mbah-nya gay Indonesia) saat itu kaum homo berani menggulirkan wacana keberadaannya, walau secara fisik mereka masih ngumpet. Akhir 1980-an, unjuk eksistensi gay makin kentara seiring dengan kampanye bahaya penyakit AIDS dan pada era setelah reformasi mereka memasuki wilayah politik. Masih menurut dosen sosiolog Unversitas Airlangga Surabaya seperti dituturkan kepada majalah Gatra, fase perjuangan ini ditandai dengan isu yang digelindingkan Partai Rakyat Demokratik bahwa kepentingan kaum gay perlu terwadahi di legislative meski sampai saat ini gaungnya kurang begitu terdengar dan di sinilah kita membutuhkan Harvey Milk-Harvey Milk Indonesia.

Lantas, siapa sosok yang berhak disebut atau paling tidak mendekati profil Harvey Milk di Indonesia? Sepertinya kehadiran sosok ini masih merupakan sebuah mimpi mengingat beberapa tokoh yang dituakan dalam komunitas gay lebih memilih berkecimpung di lembaga sosial kemasyarakatan yang menangani gerakan kewaspadaan HIV/AIDS. Mereka masih belum memandang perlu keterlibatannya di dunia politik sehingga sampai saat ini suara kaum gay hanya akan terdengar sebagai suara kaum minoritas yang hidup dalam dunia under-cover. Pertanyaannya, sampai kapankah dunia homoseksual Indonesia akan seperti sampai sekarang?

Dalam fantasi terliarnya, penulis kerap membayangkan diri sebagai motivator kaum gay untuk tampil menjadi diri sendiri tanpa ada rasa takut cap tidak normal yang mungkin diberikan oleh masyarakat. Tentu saja, untuk disetarakan dengan perjuangan Harvey Milk masih akan jauh tertinggal. Namun demikian, melalui blog ini penulis berusaha menyuarakan opini-opini kaumnya. Ya, kalau bukan kita siapa lagi yang bisa menyuarakan keinginan kaum kita sendiri. Sampai saat ini, penulis memiliki teman blogger yang memiliki kesamaan visi-misi menyuarakan opini kaum gay. Penulis berharap, blog serupa semakin banyak di jagat blog sehingga kalau saat ini kita belum bisa menyuarakan pendapat di dunia nyata, paling tidak di dunia maya kita memiliki komunitas bersuara sama dan jumlahnya layak untuk diperhitungkan.

So gays, let’s get loud!

Thursday, August 06, 2009

DRUNK OF LOVE

Bagi seorang gay, bukan hanya minuman beralkohol ataupun zat prsikotropika yang dapat memabukkan, tetapi juga cinta. Ya, cinta dapat memabukkan dan ini bukan dalam arti sekadar euphoria jatuh cinta semata. Mabuk di sini berarti mengidap rasa yang tidak nyata, bertingkah di luar logika, serta halusinasi keindahan seperti yang ia dambakan. Seperti alkohol dan zat psikotropika, mabuk cinta seperti ini juga dapat merusak.

Mengapa seorang gay kerap mabuk cinta? Jujur, menemukan cinta sejati adalah sesuatu langka dalam romansa homoseksual. Meski tidak menampik ada beberapa gay yang rela memberikan segalanya demi cinta, namun demikian sebagian besar mereka hanya mencari senang semata dan senang yang dimaksud di sini adalah seks. “Jangan dibawa terlalu serius hubungan seperti ini. Nyantai saja.”, demikian jawaban mereka ketika ditanya mengapa tidak mau terikat komitmen. Jawaban serupa juga diutarakan oleh mereka yang meski terikat komitmen tapi tetap tidur dengan lelaki lain.

Mengingat demikian sulitnya menemukan cinta sejati, kaum gay kerap berfantasi. Mereka membayangkan menemukan sang pangeran yang mengajaknya tinggal dalam kastil indah, menikah, memiliki keturunan, membesarkan mereka, dan berdua mereka menua bersama, selamanya hingga maut memisahkan keduanya. Tentu saja, dalam setiap dongeng selalu ada naga jahat ataupun nenek sihir. Namun demikian, berdua mereka berhasil melewati semua rintangan yang alih-alih meruntuhkan cinta diantara mereka akan tetapi semua itu semakin mengukuhkan cinta mereka. Ya, semuanya indah meski tidak nyata.

Beberapa gay kerap mengumbar kata-kata gombal di chat-room ataupun SMS. Perkataan cinta, sayang, dan kangen seolah begitu murah diobral meski mereka tidak pernah bertemu sama sekali. Hingga akhirnya mereka bertemu, melakukan seks, dan tidak menemukan kecocokan satu sama lain, semua kata cinta yang mereka umbar sebelumnya seolah menguap. Kalau keesokan hari Andan tidak lagi mendapat SMS sayang dari si Dia, maka jangan terlalu kaget. Semua yang ia butuhkan tidak lebih dari seks sehingga ketika dia telah mendapatkannya maka tidak perlu lagi dia mengirimkan SMS gombal seperti sebelumnya. Menyedihkan bukan?

Lebih menyedihkan lagi kalau cinta artificial dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan. Beberapa gay kadang sadar dirinya dimanfaatkan namun demikian dia memilih mengabaikan nalarnya dan mengikuti semua kemauan lelaki yang dicintainya. Kepada temannya dia kerap curhat mengenai betapa menderitanya dia mencinta orang yang hanya mencintai hartanya dan berniat meninggalkannya. Namun demikian ketika bertemu dengan sang pujaan hati, dia pun kembali melemah dan hanya meng-iya-kan ketika dia meminta ini itu.

Dan kamu tahu mengapa ini merusak? Mabuk cinta ini merusak karena akan menggerogoti kepercayaan kita pada cinta sejati, inchi demi inchi hingga akhirnya seorang gay tidak akan percaya cinta sama sekali. Di sinilah kita membutuhkan sosok yang tidak hanya dapat mengisi kekosongan jiwa tetapi juga dapat mengembalikan kepercayaan kita pada cinta. Sosok yang dapat menyelamatkan kita dari bahaya yang dapat kita timbulkan sendiri akibat tidak mempercayai cinta.

Tuesday, August 04, 2009

DAN KUCING PUN MENGEONG

Dalam dunia gay, pramuria (lelaki yang menjajakan tubuhnya kepada lelaki lain) disebut dengan istilah "kucing". Mengapa diistilahkan demikian? Sampai saat ini penulis tidak tahu persis apa yang menjadi alasannya. Mungkin karena kucing dikenal sebagai hewan peliharaan penurut yang selalu bersikap manis di hadapan tuannya. Mungkin karena kucing selalu tampak menggemaskan dengan sikapnya yang suka dimanja. Atau mungkin juga karena kucing memiliki sisi liar dibalik ke-imutan-nya. Entahlah, yang jelas kaum gay bersepaham mengenai penggunaan istilah ini.

Apa alasan mereka mengucingkan diri? Seperti juga pramuria hetero, para kucing menjajakan tubuhnya terutama karena alasan ekonomi. Tentu saja, ini dengan tidak mengesampingkan faktor ikut-ikutan, coba-coba, ataupun memenuhi hasrat petualangan yang bersangkutan. Dunia gay yang bersifat under-cover membuat peluang usaha yang satu ini terbuka lebar. Bagaimana tidak, beberapa gay yang kurang (atau bahkan tidak) bisa bergaul dengan sesamanya untuk mendapatkan free-sex menjadikan prostitusi ini sebagai solusi. Well, mereka memiliki uang dan mereka juga mempunyai kebutuhan.

Berbicara mengenai bayaran, tarif para kucing bervariasi. Mulai dari yang hanya puluhan ribu, ratusan ribu, sampai jutaan. Ini ditentukan dari kualitas (keindahan fisik terutama) dari kucing yang bersangkutan. Semakin tampan dan semakin banyak yang menginginkan, maka akan semakin tinggi pula tarif berkencan dengan sang kucing. Beberapa selentingan yang beredar di komunitas gay menyebutkan bahwa beberapa artis kita pun ada yang memliki side-job sebagai kucing. Dengan popularitas yang dimilikinya sebagai artis, tentu saja tarf kencan kucing yang satu ini bisa mencapai puluhan juga dan Jakarta tetap menjadi pilihan utama para kucing menjajakan dirinya. Ya, di Jakarta banyak sekali orang-orang kaya yang tidak segan mengeluarkan uang untuk melepaskan harsrat seksualnya dan inilah pangsa pasar para kucing.

Ada hal menarik dari jenis prostitusi dalam dunia gay. Seorang kucing akan cenderung mencari inang (orang yang bisa melimpahinya dengan kemewahan, bukan sekadar bayaran sekali kencan) dari pada dia harus menjajakan diri setiap malam. Ya, kita tidak akan menjumpai seorang kucing berkeliaran pada malam hari di jalan ataupun klub malam murahan. Jalur pemasaran jasa mereka lebih pada rekomendasi pertemanan dan ketika merasa menemukan inang seperti yang ia harapkan para kucing akan “menetap”. Istilah untuk hal ini adalah dipelihara.

Tentu saja, jangan mengharapkan loyalitas dan kesetiaan dari seorang kucing karena begitu dia mendapatkan inang yang lebih menjanjikan kemewahan maka dengan segera ia akan berpindah. Tidak hanya itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa seorang kucing tidak akan puas hanya dengan memiliki satu orang pemelihara. Kenapa para kucing harus merahasiakan kalau dia memiliki lebih dari satu pemelihara? Ini lebih pada ego (atau kenaifan?) para pemelihara kucing tersebut. Para pemelihara tersebut biasanya menuntut ekslusifitas layanan sang kucing. Merasa dia telah mencukupi semua kebutuhan sang kucing, sang inang merasa telah memiliki kucing yang bersangkutan. Sang inang akan marah besar kalau mengetahui peliharaannya ternyata juga dipelihara orang lain.

Seorang teman yang pernah berkunjung ke rumah salah satu kucing sempat nyeletuk, “Oh, jadi ini hasil dari uang haram yang kau kumpulkan selama ini?” Dengan nada ketus, sang kucing menjawab. “Haram dari mananya? Aku kerja untuk mendapatkan semua ini kok. Diperlukan disiplin dan pengorbanan untuk membentuk tubuh ini agar senantiasa enak dipandang. Dibutuhkan keahlian khsusus yang diperoleh tidak dengan waktu singkat untuk mengetahui cara memuaskan pelanggan di atas ranjang. Dan kita harus menguasai teknik komunikasi yang baik agar klien tidak berpindah ke kucing lain.” Sambungnya lagi, “Haram itu kalau uang yang kita dapatkan dari hasil mencuri. Dosa itu kalau kita menyakiti atau bahkan melakukan tindakan penghilangan nyawa orang. Toh yang aku lakukan selama ini adalah menyenangkan kedua belah pihak, bukan?” Ah, dengar siapa yang bicara.

Monday, August 03, 2009

LICENSE TO FUCK

Anda tentu pernah mendapatkan teman kencan yang tidak tahu apa yang harus ia lakukan di atas tempat tidur. Ajakan bercinta sudah secara gamblang Anda utarakan tapi tetap saja sang partner kencan tidak merespon sesuai yang Anda harapkan. Anda pun kemudian berinisiatif melakukan first move. Apa yang terjadi kemudian? Sang pasangan kencan menikmati service yang Anda berikan namun ketika dia Anda minta untuk memberikan service imbalan, kembali dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Didorong rasa penasaran, Anda pun bertanya kenapa yang dijawabnya dengan kalimat singkat bahwa dia tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Ah, ternyata dia homo pemula ternyata.

Sebagian gay mungkin tersanjung ketika harus memberikan pengalaman pertama pada teman kencannya. “Bagus, gue dapat perjaka.”, katanya. Bagaimana tidak, pengalaman seks pertama seorang gay akan senantiasa dikenang sepanjang hidup, terlepas dari baik atau buruknya kenangan tersebut. Karena masih amatiran, gay pemula belum bisa membedakan anatara cinta dan birahi. Karenanya, ia akan menganggap penyerakan keperjakaannya sebagai kata jadian. Siapa yang tidak mau mendapatkan pacar perjaka dan belum menjadi sisa lelaki lain?

Namun demikian, tidak semua gay senang mendapatkan teman kencan amatiran. Mereka lebih suka mendapatkan teman kencan yang sudah berpengalaman sehingga tahu apa yang harus dilakukannya di tempat tidur. Kesibukannya di dunia kerja membuatnya tidak memiliki cukup waktu kalau harus memberikan pelajaran seks kepada gay pemula. Lagi pula, ketika seorang gay mengaku perjaka, belum tentu hal tersebut benar adanya. Rumusnya mudah, ketika mulut seorang lelaki sudah kemasukan penis lelaki lain, apa lagi yang bisa dipegang dari ucapan yang keluar dari mulut tersebut? Bisa saja pengakuan tersebut sekadar akal-alakan karena yang bersangkutan hanya mau di-service dan ia enggan memberi service balasan.

Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah dalam kasus tersebut di atas, sepertinya sudah saatnya gay junior dibekali pengetahuan menganai bagaimana bercinta yang baik dan benar. Komunitas gay nampaknya membutuhkan sebuah lembaga khusus yang memberikan pengajaran serta mengeluarkan legalitas bahwa gay yang bersangkutan sudah layak ML.

License to Fuck, sebut saja demikian kartu yang menerangkan bahwa pemegang sertifikat tersebut sudah bisa menjalankan standar operasi ML dalam dunia gay. Ketika sang junior adalah seorang bottom maka dia harus sudah tahu bagaimana cara membersihkan lubang anusnya agar ketika terjadi penetrasi tidak terdapat sisa kotoran yang menempel. Selain itu, bottom pemula pemegang kartu ini harus sudah tahu pula bagaimana memainkan lidah ketika french-kiss ataupun memberikan oral seks. Pengetahun mengenai gerakan seks pun harus sudah dikuasai, minimal lima posisi.

Ketika sang juniar adalah seorang top, maka dia harus sudah tahu cara menghisap puting pasangannya dengan baik dan benar. Ukuran penis bagi seorang top adalah hal mutlak. Karenanya, top junior pemegang kartu lisensi ini harus memiliki ukuran penis lebih besar dari teman kancannya atau kalaupun sama atau bahkan lebih kecil, maka ia harus menguasai teknik memainkannya dengan maksimal. Penguasaan gerakan ML pun menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki, minimal 5 posisi. Khusus untuk para top pemula, dia harus memiliki kemampuan mengenadalikan ejakulasi dengan baik sehingga ketika mendapatkan teman kencan yang ingin berlama-lama dipenetrasi, maka ia dapa memenuhinya.

Jadi, saran bagi para gay pemula, kalian harus sudah mengantongi License-to-Fuck-Card sebelum berani mengajak kencan seorang gay senior. Jangan lupa untuk selalu membawa kartu tersebut apan pun dan dimana pun untuk berjaga-jaga kalau suatu saat teman kencanmu menanyakan kapabilitasmu sebagai gay pemula. Ketika ditanya seperti itu, Anda tinggal menunjukkan kartu tersebut dan kencan hari itu akan berakhir menyenangkan bagi kalian berdua. Selamat!

Sunday, August 02, 2009

LIFE ON THE DANCE FLOOR

Salah satu ritual wajib kaum gay yang harus dilakukan paling tidak satu bulan satu kali adalah clubbing. Bukan sekadar untuk bersenang-senang dalam hingar dentuman musik serta warna-warni lampu sorot aneka warna, ritual yang satu ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan eksistensi. Semakin sering clubbing serta semakin semakin luas jejaring pertemanan yang ia rajut di lantai dansa, maka akan semakin dianggap keberadaan seorang gay dalam komunitasnya.

Lebih dari itu, ada beberapa filosofi lantai dansa yang dirasa pas dengan kehidupan homoseksual kaum gay. Berikut beberapa filosofi lantai dansa di mata gay.

“Be yourself, no matter what”
Satu-satunya tempat di Indonesia yang memungkinkan seorang gay tampil menjadi diri sendiri tanpa takut pandangan sinis orang lain adalah di lantai dansa. Mereka bisa tampil sengondek mungkin kalau mau. Mereka bisa berbahasa banci sebanyak yang mereka inginkan. Dan mereka bisa bebas cuci mata memelototi lelaki tampan sepuas-puasnya. Bagaimana dengan komunitas clubbing yang bukan homoseksual? Bukan hanya permisif, mereka kadang membuka komunikasi dan menjalin pertemanan dengan kaum gay di tempat clubbing. Apakah para wanita itu tidak merasa tersaingi dengan keberadaan kaum gay? Well, kalau bisa berburu lelaki secara bersama-sama, mengapa harus bersaing? Ini semua tergantung dari siapa yang sedang beruntung saja.

“Not that hard to say an apology”
Ketika sedang berdansa, bukan tidak mungkin tangan kita menyenggol tangan orang lain, bahu kita menyeruduk bahu lain, dan kaki kita menginjak kaki orang lain. Refleks kita pun berkata maaf yang dibalas dengan senyuman dan anggukan orang yang kita senggol, seruduk, ataupun injak. Ya, meminta dan memberi maaf di lantai dansa terlihat begitu mudah mengingat tiap-tiap orang memiliki keyakinan sama bahwa insiden tersebut bukanlah sesuatu yang disengaja. Toh, satu saat kaki kita terinjak dan di saat lain kaki kita yang tanpa senagaja menginjak kaki orang lain. Don’t take it personal.

“Life’s too short to spend in the corner”
Hampir semua gay, ketika berada di lantai dansa ia ingin berada di tengah. Bahkan kalau bisa, seorang gay berharap agar lampu dansa semua mengarah padanya sehingga dia lah yang menjadi pusat perhatian malam itu. Unjuk kabisa gerakan dansa termutakhir pun segera digelar untuk membuat decak kagum orang-orang di sekitarnya. Begitulah gay. Di lantai dansa, Anda tidak akan menemui seorang gay hanya termenung di sudut gelap karena ia tahu pukul 04.30 dini hari tepat saat tempat clubbing tersebut tutup akan segera. Di lantai dansa, waktu akan terasa cepat berlalu karenanya kita tidak bisa melewatkan satu detikpun tersia-sia.

“Friends are your life-saver”
Hidden agenda dalam setiap aktivitas clubbing kaum gay adalah mencari pasangan baik untuk dansa or even more, if you know what I mean. Namun demikian, tidak semua laki-laki yang mendekati kita berdansa selalu sesuai dengan selera. Terkadang kita didekati lelaki yang meski sudah kita tolak dengan bahasa tubuh, dia tetap saja berusaha menjadi pasangan dansa kita. Pada saat seperti ini, apa yang harus dilakukan seorang gay? Ia akan mengirimkan sinyal permintaan bantuan pada temannya dan seorang teman yang baik harus cepat tanggap dengan mengambil peran pasangan dansa orang yang tidak kita harapkan tersebut.

“It’s ok to kiss a gay in public”
Kalau melakukan seks di depan publik dikatagorikan kelaianan seksual yang biasa kita sebut eksibisionis, maka tidak demikian halnya berciuman. Jujur, ketika dua orang gay merasakan indahnya cinta, mereka ingin sekali menunjukkan kemesraan kepada dunia. Di belahan dunia barat, pasangan gay dapat menunjukkan kemesraan (misal berciuman) di depan public merupakan hal lumrah yang sudah biasa dilakukan. Don’t event think about it in Indonesia. You know, Indonesia bla, bla, bla… Satu-satunya tempat Anda bisa melakukannya adalah di tempat clubbing. Sekadar berpelukan atau berciuman tentu diperbolehkan karena di lanta dansa tidak ada orang yang merasa suci yang karenanya merasa bertanggung jawab untuk melarang hal tersebut.

Saturday, August 01, 2009

LOVE AT THE FIRST FUCK

Jangan bicara cinta pada pandangan pertama. Jangan pula berkata tentang rasa suka yang berawal dari mata kemudian turun ke hati. Omong kosong apa pula yang mengatakan bahwa cara memikat hati lelaki adalah melalui perutnya dengan memasak hidangan kesukaannya. Its so five minutes ago. Faktanya, untuk memenangkan hati seorang lelaki (terlebih gay) adalah dengan memuaskan birahinya. Karenanya, mari berbicara tentang cinta pada ML pertama.

Apa yang menjadi pertimbangan seorang gay untuk berkata “Ya.” ketika mendapat pernyataan cinta? Hal pertama yang menjadi bahan pertimbangan mungkin adalah fisik dan disusul oleh personaliti si empunya pernyataan. That’s all? Tentu saja tidak. Faktor lain yang tidak kalah penting menjadi bahan pertimbangan adalah kepiawaian yang bersangkutan di atas ranjang.

Belakangan ini, penulis kerap menadapatkan pernyataan cinta via SMS dari seorang pria yang baru dikenalnya di chat-room. Dalam hati, penulis menyimpan tanda tanya besar, “Bagaimana bisa orang yang belum bertemu sama sekali merasa yakin ingin menjalin cinta?” Penulis tidak habis pikir, bagaimana jika ketika bertemu ternyata berdua (atau salah satunya) merasa tidak cocok satu sama lain. Apakah ketika tidak berkenan, cinta yang sudah kadung dinyatakan dapat diabaikan begitu saja?

Ya, bicara cinta dalam dunia homo kadang lebih rumit dari percintaan hetero. Kalau pecinta hetero kadang rela menerima pasangan apa adanya demi cinta, maka tidak demikian halnya dengan homo. Cinta seorang lelaki homo menuntut kesempurnaan, mulai dari keindahan fisik, kecocokkan kepribadian, serta (seperti sudah dinyatakan tadi) kepuasan seks yang diberikan pasangannya. Meski memang, kesempurnaan tersebut tidak menghalangi seorang gay berselingkuh dari pasangannya, tapi tetap saja mereka akan mencari yang terbaik.

Dalam skala 1 sampai 10 dimana angka satu menujukkan poin terendah dan 10 adalah poin terkecil, pengertian terbaik di sini tentu saja tidak harus mencapai angka 10. Jumlah dari ketiga faktor (fisik, kepribadian, dan seks) bisa berkisar antara 7 sampai dengan 9. Beberapa gay mungkin memementingkan fakor fisik dibandingkan dua faktor lainnya. Sementara gay yang lain lebih mementingkan inner beauty atau pun faktor seks. Namun tetap, akumulasi dari ketiga faktor tersebut harus di atas angka 6.

Lalu, manakah di antara ketiga faktor tersebut yang paling dominan menjadi bahan pertimbangan seorang gay dalam menerima pernyataan cinta? Well, keindahan fisik maupun kekayaan kepribadian merupakan sesuatu yang dipandang relatif di mata seorang gay. Bisa jadi seorang gay dipandang tampan oleh seorang gay namun dinilai kurang menarik di mata gay lain. Demikian pula halnya dengan kecocokan kepribadian. Berbeda halnya dengan ketrampilan seorang gay di atas ranjang. Ketika seorang gay setuju bahwa gay X hebat di atas ranjang, maka sudah hampir dapat dipastikan bahwa gay lain akan menyetetujui hal tersebut. Jadi, penilaian kehebatan seorang gay di ranjang merupakan sesuat yang absolut dan karenanya akan mandapatkan porsi penilaian terbesar dalam mentukan jawaban “Ya.” atau “Tidak.” ketika seorang gay diajak jadian.

Pathetic? Not really. That’s what we call it realistic.