Wednesday, July 15, 2009

UFO: UNIDENTIFIED FUCKING OBJECT

Sudah dari sononya bahwa seorang gay ingin selalu tampil dan eksis. Meski dalam kehidupan "normal" beberapa gay kerap jaim setengah mati, namun dalam pergaulan sesama gay, mereka teteuup... ingin dikenal. Sebagaian gay menunjukkan esistensinya dengan sering on-line di chat-room. Sebagian lagi kerap hadir di pertemuan atau party bertema gay demi memperluas network-nya. Sementara sebagian yang lain lagi sering nongkrong di mall, cafe, atau spot gaul lainnya dengan tampilan atau dandanan atraktif sehingga menjadi pusat perhatian.

Adalah sebuah kebanggan tersendiri bagi seorang gay ketika ia menjadi bahan perbincangan (yang baik, tentu saja) di antara komunitas gay. "Kamu kenal Rio? Kemaren aku ngopi-ngopi sama dia." atau "Yup, bener banget. Emang Ijonk paling the best nge-dance-nya." atau "Gue nggak nyangka bisa main ke tempat Ale. Service yang ia berikan... Oh-my-God!". Mendengar perbincangan seperti itu, dijamin, gay yang bersangkutan bakal kegirangan. Dan tidak akan butuh waktu lama untuk kabar tersebut menyebar mengingat peraturan gays-tell-everything-to-his-friends.

Namun demikian, tidak semua gay bisa se-tampil dan se-eksis itu. Beberapa gay justru seolah hanya berperan sebagai penonton dalam drama kehidupan gay. Mereka tidak hanya tidak dikenal tapi juga kerap dijauhi dikarenakan berbagai alasan. Meski telah berusaha dengan keras untuk eksis, mereka tetap saja akan menjadi masuk dalam daftar "10 orang terakhir untuk diajak kencan". And that's the nightmare of all gays on planet Earth.

Satu hari, seorang gay masuk ke chat-room dan alangkah bergairahnya dia manakalah melihat daftar pengunjung chat-room tersebut berjibun. Dia membayangkan, berapa banyak laki-laki yang akan ia dapatkan (dan akan ia tiduri, tentu saja) malam ini. Namun setelah satu jam lebih chatting, toh tak seorang gay pun mengiyakan ketika diajak ketemuan. "Well, kalau satu jam pertama belum beruntung, satu jam berikutnya pasti lebih beruntung.", hiburnya dalam hati. Dan ketika memasuki jam ketiga peruntungannya tidak juga berubah, dia pun menyerah dan keluar dari chat-room tersebut dengan perasaan layaknya the invisible: no one notice him when he comes or even go.

Satu malam, seorang gay tengah horny sehingga ia pun mengirim SMS ajakan ML kepada beberapa gay yang pernah ia tiduri. Gay pertama tidak membalas. "Mungkin dia sedang sibuk.", hiburnya dalam hati. Gay kedua menjawab bahwa dirinya sedang berada di luar kota. "Minggu depan akan aku SMS lagi.", harapnya dalam hati. Gay ketiga membalas SMS dengan bertanya balik: Sorry, ini dengan siapa ya? "Damn! Dia tidak menyimpan nomor-ku.", umpatnya dalam hati dan pada saat itulah dia sadar bahwa ia tidak lebih dari unknonw-number yang muncul pada layar HP-nya.

Satu malam, seorang gay menghadiri kencan buta di sebuah cafe murahan dengan orang yang baru satu minggu yang lalu ia kenal via SMS yang direkomendasikan dari salah satu temannya. Ketika pertama bertemu dengan sang blind-date, semua berjalan lancar. Sang teman kencan dinilainya ramah dan enak diajak bicara. Meski beberapa kali perbincangan harus terpotong karena sang pasangan kencan buta membuka dan membalas SMS yang masuk ke HP-nya, ia masih berpikiran optimis bahwa kencan malam ini akan berakhir di tempat tidur. Ketika kemudan sang pasangan kencan buta mengangkat telpon dan berbicara dengan orang di seberang yang memintanya untuk segera pulang karena ada keperluan keluarga, pada saat itulah dia tersadar bahwa ia tidak diinginkan. Well, tak tik murahan emegency-call seperti itu pernah ia dapatkan dari teman-teman kencannya terdahulu dan ia pun berpikir sebegitu jeleknyakah diriku sehingga semua teman kencanku lebih baik berbohong untuk menghindariku dari pada mengatakan langsung alasannya tidak menyukai kehadiranku?

Satu sore, seorang gay pergi untuk window-shoping ke sebuah mall seorang diri karena semua temannya sibuk dengan acara masing-masing. Di salah satu gerai pakaian, ia bertemu dengan satu gank homo yang terdiri dari empat orang dan salah satu dari mereka pernah tidur dengannya. Ia yakin benar bahwa saat itu pandangna mata mereka betemu namun demikian sang partner-seks-semalam mengabaikannya. Memang dia tidak berharap tegur sapa akrab, tapi paling tidak bukankah ia berhak mendapatkan senyman ramah setelah semua yang pernah mereka lakukan? Ketika kemudian gank tersebut berlalu di depan hidungnya dengan gelak tawa seolah dunia milik mereka, sang homo pun tersadar bahwa dia bukan siapa-siapa.

Ya, dalam keadaan seperti tersebut di atas, seorang gay tidak lebih dari UFO (Unidentified Fucking Object. Makhluk asing dari luar angkasa yang terisolasi dari kehidupan manusia bumi. Too bad...

1 comment:

Anonymous said...

Mmm.. tindakan yang melecehkan nggak yaa... dipelorotin dari atas sampe bawah.. kalo nggak sreg udah ditinggalin gitu aja..