Saturday, August 01, 2009

LOVE AT THE FIRST FUCK

Jangan bicara cinta pada pandangan pertama. Jangan pula berkata tentang rasa suka yang berawal dari mata kemudian turun ke hati. Omong kosong apa pula yang mengatakan bahwa cara memikat hati lelaki adalah melalui perutnya dengan memasak hidangan kesukaannya. Its so five minutes ago. Faktanya, untuk memenangkan hati seorang lelaki (terlebih gay) adalah dengan memuaskan birahinya. Karenanya, mari berbicara tentang cinta pada ML pertama.

Apa yang menjadi pertimbangan seorang gay untuk berkata “Ya.” ketika mendapat pernyataan cinta? Hal pertama yang menjadi bahan pertimbangan mungkin adalah fisik dan disusul oleh personaliti si empunya pernyataan. That’s all? Tentu saja tidak. Faktor lain yang tidak kalah penting menjadi bahan pertimbangan adalah kepiawaian yang bersangkutan di atas ranjang.

Belakangan ini, penulis kerap menadapatkan pernyataan cinta via SMS dari seorang pria yang baru dikenalnya di chat-room. Dalam hati, penulis menyimpan tanda tanya besar, “Bagaimana bisa orang yang belum bertemu sama sekali merasa yakin ingin menjalin cinta?” Penulis tidak habis pikir, bagaimana jika ketika bertemu ternyata berdua (atau salah satunya) merasa tidak cocok satu sama lain. Apakah ketika tidak berkenan, cinta yang sudah kadung dinyatakan dapat diabaikan begitu saja?

Ya, bicara cinta dalam dunia homo kadang lebih rumit dari percintaan hetero. Kalau pecinta hetero kadang rela menerima pasangan apa adanya demi cinta, maka tidak demikian halnya dengan homo. Cinta seorang lelaki homo menuntut kesempurnaan, mulai dari keindahan fisik, kecocokkan kepribadian, serta (seperti sudah dinyatakan tadi) kepuasan seks yang diberikan pasangannya. Meski memang, kesempurnaan tersebut tidak menghalangi seorang gay berselingkuh dari pasangannya, tapi tetap saja mereka akan mencari yang terbaik.

Dalam skala 1 sampai 10 dimana angka satu menujukkan poin terendah dan 10 adalah poin terkecil, pengertian terbaik di sini tentu saja tidak harus mencapai angka 10. Jumlah dari ketiga faktor (fisik, kepribadian, dan seks) bisa berkisar antara 7 sampai dengan 9. Beberapa gay mungkin memementingkan fakor fisik dibandingkan dua faktor lainnya. Sementara gay yang lain lebih mementingkan inner beauty atau pun faktor seks. Namun tetap, akumulasi dari ketiga faktor tersebut harus di atas angka 6.

Lalu, manakah di antara ketiga faktor tersebut yang paling dominan menjadi bahan pertimbangan seorang gay dalam menerima pernyataan cinta? Well, keindahan fisik maupun kekayaan kepribadian merupakan sesuatu yang dipandang relatif di mata seorang gay. Bisa jadi seorang gay dipandang tampan oleh seorang gay namun dinilai kurang menarik di mata gay lain. Demikian pula halnya dengan kecocokan kepribadian. Berbeda halnya dengan ketrampilan seorang gay di atas ranjang. Ketika seorang gay setuju bahwa gay X hebat di atas ranjang, maka sudah hampir dapat dipastikan bahwa gay lain akan menyetetujui hal tersebut. Jadi, penilaian kehebatan seorang gay di ranjang merupakan sesuat yang absolut dan karenanya akan mandapatkan porsi penilaian terbesar dalam mentukan jawaban “Ya.” atau “Tidak.” ketika seorang gay diajak jadian.

Pathetic? Not really. That’s what we call it realistic.

No comments: