Wednesday, December 24, 2008

IF I WERE A GIRL

Jika aku seorang perempuan dan memiliki pacar tampan, aku akan menjaganya dengan hati-hati. Kenapa? Aku tahu, sainganku bukan hanya sesama wanita tapi pria-pria (pria? well, setidaknya mereka terlihat demikian) di luar sana pasti juga banyak yang menginginkan pacarku. Aku tahu kerena setiap jalan di mall tatapan mereka begitu liar menginginkan pria yang aku gandeng dan menatapku dengan penuh kebencian atau paling tidak ke-sirik-an. Saat itulah aku akan makin mengeratkan genggaman tanganku karena sedetik saja dia terlepas, maka laki-laki yang haus laki-laki itu siap menerkam dan hal itu tidak akan aku biarkan.

Jika aku seorang perempuan, aku akan menaruh kecurigaan yang sanga besar manakalah pacarku asik ber-sms an dengan seorang pria yang diakui sebagai temannya. Aku tidak akan mudah percaya begitu saja, apalagi kalau laki-laki di seberang sana kerap menelpon dan menanyakan pacarku sedang ada dimana, sama siapa, dan berbuat apa. Kalau sudah begini aku akan bertindak, melabrak laki-laki tak dikenal tersebut. Aku akan bilang, "Aku adalah pacarnya Adjie. Kamu siapa dan ada urusan apa sama pacarku?"

Jika aku seorang perempuan, ketika pacarku semakin sering minta izin ke sana ke mari tanpa kehadiranku, aku akan diam-diam membuntuti kemana dia pergi. Dan ketika aku mendapati pacarku hang-out dengan sekumpulan pria yang berperilaku aneh (entah bagaimana aku mendefinisikan mereka karena mereka terlihat kekar dan memiliki dada bidang tapi duduk tumpang kaki dan kerap menumpukan dagi di telapak tangan sambil sesekali menggeleng dengan gaya tertentu yang terlihat sangat feminim) di mataku, aku akan menginterogasinya. "Siapa mereka? Mengapa kamu berteman dengan mereka? Apakah kamu juga salah satu dari mereka?"

Jika aku seorang perempuan, aku patut menaruh curiga ketika pacarku mengaku memiliki teman gay. "Jangan-jangan pacarku ternyata seorang gay?" Bukankah teman adalah cerminan diri siapa kita sebenarnya? Ketika kemudian dia membantah habis-habisan bahwa dia bukan seorang gay, mungkin aku akan mempercayainya tapi aku akan tetap waspada. Cepat atau lambat, kalau dia memang benar-benar seorang gay, aku akan segera mengetahuinya.

Jika aku seorang perempuan dan diajak menikah dengan pacarku untuk meyakinkanku bahwa dia bukan gay, tentu aku akan senang mendengarnya. Tapi apakah hal tersebut akan membuat kecurigaanku berkurang? Tentu saja tidak. Sudah menjadi kodrat laki-laki, mereka akan melakukan sesuatu yang manis untuk menutupi kepahitan yang telah ia lakukan. Aku akan menerima lamarannya dan aku akan menambah kewaspadaanku. Aku akan lihat, di antara tamu laki-laki yang datang apakah ada yang menitikkan air mata berlebihan? Dan ketika aku mendapat laki-laki tersebut, aku akan mencari alamatnya di buku tamu.

Jika aku seorang perempuan, aku akan mendatangi laki-laki yang aku curigai memiliki hubungan khusus dengan suamiku. Dan ketika laki-laki tersebut mengakui hubungan spesialnya dengan suamiku, aku akan menyuruh suamiku memilih antara aku atau dia. Saat suamiku tidak tahu apa yang harus dia katakan dan hanya berucap lirih, "Aku tidak mungkin menceraikanmu dan juga tidak mungkin melenyapkan dirinya dari hatiku...", pada saat itulah aku akan mundur. Kalau dia tidak mungkin menceraikannya, maka aku akan sangat mungkin menggugat cerai.

Jika aku seorang perempuan, aku akan sangat tahu bahwa seorang gay akan selamanya menjadi gay. Mungkin dia terlahir bukan sebagai gay, tapi satu kali dia menceburkan diri dalam dunia tersebut, maka selamanya dia tidak akan dapat berubah oleh apapun atau siapapun. Ke depan, aku akan lebih teliti lagi membedakan mana laki-laki yang benar laki-laki dan mana laki-laki yang menyukai dan mencintai laki-laki dan menjadikan perempuan hanya sebagai alat penerus keturunan. Dan sepertinya hal itu adalah sesuatu yang sangat berat mengingat begitu banyaknya laki-laki yang memelototi mantan suamiku di mall.

PS: Inspired by Beyonce's song titled "If I Were A Boy"

No comments: