Monday, December 22, 2008

FAIRY TALE

Ketika kecil dulu, kita sering di-dongengi tentang kisah putri cantik yang diselamatkan oleh pangeran tampan dari sanderaan nenek sihir jahat, atau kisah gadis cantik yang tanpa sengaja mencium kodok jelek yang tiba-tiba saja berubah menjadi pangeran tampan, atau kisah anak tiri teraniaya yang memberanikan diri datang ke sebuah pesta dan bertemu sang pangeran yang langsung jatuh hati kepadanya. Semua kisah tersebut berakhir bahagia, selamanya. Tak heran ketika kemudian kita tumbuh dewasa, kita berharap kisah bahagia tersebut terjadi dalam hidup kita. Well, siapa yang tidak ingin hidup bahagian?

Pertanyaan muncul ketika (tanpa sengaja dan diluar kendali ataupun kehendak, red.) kita tumbuh menjadi gay (sebuah status yang bagi kebanyakan orang adalah sebuah penyakit, dosa, bahkan penyimpangan), "Apakah kita juga layak mendapatkan kebahagiaan dongeng tersebut?" Sebuah pertanyaan simpel yang tidak mudah untuk dijawab, bukan?

Seorang teman pernah curhat mengenai mengapa sampai saat ini belum juga mendapatkan pekerjaan yang mapan dan tentu saja gaji yang cukup. Entah bagainaba awalnya, curhat tersebut berujung pada menyalahkan diri sendiri. Dia bilang, "Apakah hal ini karena dosa gue karena mejadi gay?" Kalau sudah seperti itu, apa yang dapat kita katakan selain bersabar dan berusaha lebih keras. Mengenai dosa gay, bukankah semua orang memiliki dosa dan Tuhan sepertinya masih mau memberikan kemurahannya pada pendosa-pendosa lain di dunia ini.

Dari curhatan tersebut di atas, penulis kemudian berpikir, "Apakah tidak mulusnya perjalanan cinta seorang gay adalah karena alasan yang sama yang dipikirkan teman tersebut?" "Apakah cinta ini sedemikian terlarang sehingga tidak ada alasan tumbuh dan mengakar?" "Dan, kalau cinta sudah tidak mengenal batasan usia, status sosial, dan suku bangsa, bukankah ia juga tidak harus memandang jenis kelamin?" Ah, kalau preferensi seksual yang menjadikan alasan kisah cinta gay tidak berakhir bahagia, alangkah tidak adilnya.

Bagaimanapun juga kita adalah manusia yang berhak hidup bahagia. Sebagai anggota kerluarga, seorang gay biasanya selalu menjadi anak manis yang pintar dan selalu patuh pada peraturan keluarga. Sebagai anggota masyarakat, seorang gay kerap berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang karenanya kita dihargai sebagai warga yang memiliki jiwa sosial. Sebagai warga negara, seorang gay selalu taat pada peraturan negara sehingga tidak ada rekam jejak kriminal dalam file pribadinya. Dengan berbagai macan perilaku baik tersebut, masihkah kita tidak layak bahagia?

Dalam urusan cinta, kita berusaha tidak kalah keras dengan kaum hetero untuk mendapatkan cinta sejati. Memang kita kerap bergonta-ganti pasangan kencan, namun hal itu tidak lebih hanya untuk menemukan pangeran pujaan yang tepat. Memang kita kerap memalsukan identitas pada kencan pertama, namun hal itu lebih situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan kita untuk terbuka begitu saja termasuk dalam hal informasi pribadi. Memang kita menjadikan seks sebagai masalah penting dalam sebuah hubungan, tapi hal tersebut tidak dapat menjadikan kita layak disebut sebagai binal, bukan? Nah, masihkah kita tidak berhak dicintai dan mencintai layaknya putri dan pangeran impiannya dalam negeri dongeng?

Mungkin dengan cara yang berbeda, sebenarnya dongeng tersebut benar-benar terjadi dalam hidup kita walau dengan sedikit modifikasi. Kalau dalam dongen seorang putri cantik hanya dapat menunggu diselamatkan oleh pangeran tampan, maka kita dapat menyelamatkan diri dan mencari berbagai cara untuk segera bertemu dengan pangeran tampan tersebut. Toh, kita sama-sama laki-laki bukan? Kalau dalam dongen, gadis cantik hanya sekali mencium seekor kodok sebelum akhirnya hewan tersebut berubah menjadi pangeran tampan, maka kita harus mencium lebih dari satu ekor kodok sebelum akhirny kita menemukan sang pangeran impian. Ya, dan saking banyaknya kadang kita tidak dapat membedakan mana kodok sungguhan dan pangeran yang dikutuk menjadi kodok. Kalau dalam dongen anak tiri hanya dapat datang ke pesta sampai tengah malam, well kita memiliki waktu lebih dari itu untuk menarik perhatian sang pangeran di suatu pesta. Kita tidak harus meninggalkan sebelah sepatu kita untuk menarik perhatian sang pengeran, cukup tinggalkan nomor handphone. Dan kita tidak akan pernah tahu...

2 comments:

Anonymous said...

kalo mimpi gw nih ya..
gpp pangeran impian datang mecium tiap wanita untuk dibangunkannya. yang penting setelah wanita ni bangun, tugasnya selesai. tugas selanjutnya adalah datang ke rmh dan meniduri gw, kalo dia lapar dia boleh datang ke sang wanita lagi, toh wanita tugasnya memasak dan memijat pengeran karena kelelahan(ml ma gw.
sangat sederhana...............

angel

Anonymous said...

iya seeh klo kadang mimpi lebih indah dari kenyataan yang ada di depan mata kita
ju2r gwe coba berkomitmen juga ma pacar gwe tapi gak tau ntar kedepannya cobaan apa yang bner2 bikin kita gak bisa bertahan
tapi bukankah kita mank harus bermimpi?