Thursday, July 31, 2008

SEBUAH PELAJARAN BERNAMA RYAN

Dunia gay dihebohkan oleh kasus yang dibuat oleh Very Idam Henyansyah alias Ryan. Dunia gay yang semula (dan sudah seharusnya) berada dalam atmosfir undercover, tiba-tiba saja mencuat menjadi bahan perbincangan karena Ryan dari Jombang yang notabene seorang gay menjagal 11 (atau mungkin juga lebih) orang. Dunia hetero pun mendelik sengit ke dunia homo. Mereka dengan gegabah berasumsi, "Lihat, hanya gay yang bisa melakukan pembunuhan kejam seperti itu." Salah satu pembawa acara talkswhow di TV swasta nasional kita bahkan berusaha menggiring opini pemirsa bahwa seorang gay berpotensi menjadi seorang psikopat hanya karena cemburu kekasihnya hendak direbut orang. Beberapa komunitas gay tidak tinggal diam. Mati-matian mereka berujar bahwa kasus Ryan tidak bisa men-generalisir tipikal gay pada umumnya. Ryan hanyalah oknum gay yang tega membunuh, bukan sampel yang mengisyaratkan bahwa semua gay adalah pembunuh.

Well, semua orang berhak mengeluarkan pendapat atas kasus Ryan yang memang tengah hangat diperbincangkan dua pekan terakhir ini. Dalam kaca mata yang lebih jernih, kita bisa mengambil beberapa pelajaran yang sangat pantas kita ambil dari kasus ini. Lepas dari tendensi dan sakwasangka, beberapa pelajarang yang dapat diambil tersebut antara lain:

Pertama. Men-generalisir semua gay adalah kriminal merupakan tuduhan yang teramat sangat tidak manusiawi. Semua orang, baik straight ataupun gay, berpotensi melakukan tindak kriminalitas. Namun demikian, dunia gay kerap diwarnai tindak kriminalitas adalah sebuah fakta yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Penipuan, pencurian HP ataupun laptop, serta pemerasan dengan imbalan sejumlah uang dalam sebuah pertemuan blind date kerap terjadi dalam dunia gay. Mengundang sembarang orang yang kita kenal dari dunia maya untuk kencan semalam beresiko mendatangkan kejahatan. Kita akan kesusahan melacak jati diri asli teman kencan kita mengingat kebanyakan gay akan memberikan identitas palsu ketika berbincang di dunia maya. Karenanya, ketika mereka melakukan tindak kriminal, kita tidak bisa berbuat banyak selain melakukan tindakan ekstra hati-hati pada kencan buta dengan teman kencan dari dunia maya selanjutnya. Pada kasus Ryan, dia adalah seorang gay yang memanfaatkan teman kencannya untuk mengambil keuntungan mengeruk harta benda korban-korbannya. Jelas, ada motif ekonomi dalam hal ini. Dan berbicara mengenai ekonomi, semua orang bisa melakukan kejahatan atas alasan yang satu ini, bukan?

Kedua. Kalau orang tua mengaku mengenal dengan persis siapa anaknya, well pertimbangkan lagi. Seorang anak, terlebih gay, memilih menyimpan rapih jati diri ke-gay-an-nya. Mereka tidak akan mau mengambil resiko merepotkan orang tuanya dengan membeberkan kecenderungan seksualitasnya. Biarlah, orang tua mengenal anaknya sebagai pria manis penurut yang tidak pernah membangkang orang tua apalagi berbuat hal-hal yang dapat meresahkan hati orang tuanya. Jadi, ketika orang tua Ryan (Ahmad Sadikut dan Siatun) mengatakan bahwa ia tidak paham dengan tindakan anaknya, hal itu tergolong wajar. Bukan hanya itu, dugaan keterlibatan kedua orang tua Ryan ini nampaknya merupakan sebuah tuduhan yang dinilai berlebihan.

Ketiga. Banyak hal yang dapat terjadi dalam rentang waktu SD, SMP, SMA, ataupun kuliah. Kalau kita mengenal seseorang terlihat biasa-biasa saja ketika SD ataupun SMP, bukan tidak mungkin dia bisa berubah menjadi gay. Ketika Paining (salah seorang teman SD Ryan) ditanya mengenai bagaimana Ryan sewaktu SD dan dia menjawab bahwa ia tidak menyangkan bahwa temannya tersebut adalah seorang gay, well things changing right?

Keempat. Ketika tetangga serta komentator tidak penting lain (termasuk diantaranya adalah para selebrity dan atau ustadz selebriti munafik yang dengan seenaknya berkomentar miring) berkata percuma saja Ryan menjadi guru ngaji, toh perbuatannya (baca: Ryan menjadi gay) bertolak belakang dengan ajaran agama. Ada yang terlupakan di sini. Mereka bukan Tuhan yang dapat mengadili baik dan benar perbuatan manusia. Jadi berhentilah bersikap seolah-olah Tuhan. Bukankah dalam pandangan Tuhan tidak akan luput kebaikan umatnya, sekecil apapun kebaikan tersebut?

No comments: