Wednesday, June 04, 2008

BORN TO BE OR MADE TO BE?

Para ilmuwan masih berdabat mengenai apakah gay disebabkan oleh gen/faktor keturunan ataukah perlakuancara mendidik orang tua terhadap anak. Berbagai penelitian telah dilakukan dan muncullah berbagai macam angka yang diyakini dapat menjawab pertanyaan tersebut di atas.

Ada yang memberikan prosentase lebih besar pada faktor genetik. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa semua perilaku seorang manusia didasarkan pada informasi yang terdapat dalam DNA masing-masing. Karenanya ketika seorang laki-laki memiliki ketertarikan secara seksual pada laki-laki, hal tersebut memang sudah tertulis dalam DNA laki-laki tersebut. Dalam proses pertumbuhannya kemudian, ada laki-laki yang cepat menyadari keunikan muatan DNA-nya tersebut, ada yang lambar menyadari ke-gay-annya, dan ada pula yang mati-matian mematikan potensi gay yang dimilikinya semenjak lahir tersebut. Hal ini tidak menjadi masalah, karena menjadi gay adalah sebuah pilihan bukan keharusan.

Ada juga yang memberikan prosentase lebih besar pada faktor cara orang tua mendidik anak. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa Tuhan tidak mungkin "iseng" memberikan kelainan ketertarikan seksual pada seorang laki-laki. Hukum alamnya, laki-laki haruslah menyukai perempuan. Titik. Perlakuan orangtuanya lah yang kemudian membentuk karakter anak secara seksual. Ada orang tua yang mendambakan anak perempuan sehingga secara tidak sadar mereka memperlakukan anak laki-lakinya sebagaimana ia memperlakukan anak perempuan. Inilah kemudian yang menjadi pemicu ketertarikan secara seksual seorang laki-laki terhadap sesama jenisnya.

Pertanyaanya: Manakah di antara kedua hipotesis tersebut di atas yang benar? Jujur, penulis tidak memiliki opini pasti mengenai hal ini. Tapi yang jelas, penulis berkeyakinan bahwa Tuhan tidak mungkin secara iseng menuliskan informasi mengenai gay pada DNA seorang laki-laki. Dia pasti memiliki tujuannya sendiri. Namun demikian penulis tidak berani menyalahkan Tuhan atas ke-gay-an seorang laki-laki. Pun penulis tidak berani menyalahkan orang tua yang telah "salah" memperlakukan dan mendidik anak laki-lakinya. Kalau sang anak tidak tahu kalau kelak suatu saat dia akan menjadi gay, bagaimana orang tua tahu kalau caranya mendidik telah menggiring anaknya menjadi gay? Tidak, sekali pun penulis tidak ingin menyalahkan siapapun.

Seperti telah di tulis pada artikel sebelumnya, menjadi gay adalah sebuah pilihan gaya hidup. Ia tidak ada kaitannya dengan faktor genetik, kesalahan mendidik, pembangkangan terhadap aturan dan norma sosial maupun agama. So, be proud of it!

No comments: