Friday, June 27, 2008

LELAKI & MASKULINITAS

Laki-laki itu harus jantan, laki-laki itu harus maskulin. Selama berabad-abad, label tersebut harus melekat pada diri seorang laki-laki. Mengapa? Karena laki-laki adalah pelindung bagi wanita yang tentu saja digambarkan lemah baik secara fisik maupun emosional. Karenanya, laki-laki pun hadir menjadi sebuah sosok yang dapat memberikan rasa aman. Bertarung (baik untuk mempertahankan diri dari musuh yang hendak merebut daerah kekuasaan ataupun melindungi diri dari ancaman binatang buas, misalnya) adalah simbolisme maskulinitas yang sangat dipuja dan disanjung di mata wanita.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah maskulinitas adalah perangkat wajib yang harus dimiliki seorang laki-laki? Apakah ketika seorang laki-laki kurang memiliki sisi maskulinitas dalam dirinya hal tersebut dapat menyebabkannya menjadi kurang laki-laki? Dan benarkah seorang gay adalah laki-laki yang memiliki masalah dengan jiwa maskulinitas dalam dirinya?

Di abad millennium ini, sepertinya sisi maskulinitas dalam diri seorang laki-laki berbaur dengan sisi feminimitas yang baik secara sadar atau pun tidak melekat atau sengaja dilekatkan dalam dirinya. Kalau dulu berdandan adalah wilayah teritori kaum wanita, well sekarang kaum laki-laki tidak mau ketinggalan. Sebutan metroseksualpun kemudian menjadi sebuah gelar bagi laki-laki yang kerap memperhatikan brand busana yang dikenakannya. Diet dan fitness untuk mendapatkan bentuk tubuh idealpun menjadi agenda rutin harian. Salon bukan lagi tempat terlarang bagi laki-laki yang memang membutuhkan perawatan, baik kulit, rambut, muka, bahkan kuku.

Tidak cukup hanya dengan penampilan, perbauran sisi maskulinitas dan feminimitas ini merambah juga wilayah profesional. Sekarang tidak aneh lagi kalau kita menemui chef atau desainer adalah seorang laki-laki. Wilayah ini memang sudah sejak lama dihuni para lelaki yang agak keperempuan-perempuanan. Lain dulu lain sekarang. Saat ini para laki-laki yang berprofesi sebagai chef dan desainer mengklaim dirinya laki-laki maskulin. Memasak dan merancang busana bukan lagi diartikan sebagai aktifitas feminim karena toh banyak laki-laki yang berbakat dalam dua dunia tersebut dan mereka tetap laki-laki yang tidak harus kehilangan sisi maskulinitasnya.

Kabar baiknya, masyarakat sudah mulai mau menerima perbauran sisi feminim dan maskulin dalam diri laki-laki seperti ini. Kaum gay yang memiliki andil besar dalam mencampuradukkan sisi feminim dan maskulin seperti mendapat angin segar. Tidak ada lagi sebutan banci bagi laki-laki yang berdandan dan memperhatikan penampilannya. Mereka akan disebut sebagai metroseksual. Tidak ada lagi sebutan banci bagi laki-laki yang senang memasak dan merancang pakaian. Mereka akan disebut sebagai chef dan desainer profesional. Karenanya, kaum gay dapat tampil sebagai laki-laki sesungguhnya yang tidak harus menyembunyikan sisi feminim dalam dirinya dan menonjolkan sisi maskulin yang artifisial.

Jadi, apakah maskulinitas masih dibutuhkan dalam diri seorang laki-laki? Jawabannya antara ya dan tidak. Tidak karena dalam diri setiap laki-laki - baik yang straight terlebih yang gay - terdapat jiwa feminim yang butuh disalurkan. Ya karena wanita - juga laki-laki gay - butuh melihat sisi maskulin seorang laki-laki untuk membuatnya aman dan well bagi gay agar membuat mereka bergairah.

Kalian tahu apa yang ada dibenak laki-laki gay ketika melihat seorang laki-laki yang tampil sangat maskulin. Mereka ingin memberikan blow-job untuk menaklukan maskulinitas laki-laki tersebut. Jadi berhati-hatilah!

No comments: