Saturday, February 02, 2008

ROMEO & JULIAN (THE UNTODL STORY)

“Bagaimana dengan orang tua kita?”, tanya Julian dengan putus asa.
“Mereka hanya bisa menilai. Mereka tidak akan mengerti tentang cinta kita.”, Romeo mencoba meyakinkan.
“Bagaimana kalau mereka mengusir kita? Bagaimana kalau mereka tidak mau mengakui kita lagi sebagai anak?”, ragu yang terpancar dari sorot mata Julian tak kunjung surut.
“Julian, sayang. Cinta kita lebih kuat dari apapun. Biarkan orang tua membenci kita. Biarkan keluarga membenci kita. Biarkan masyarakat membenci kita. Bahkan kalau seisi dunia tidak mengakui keberadaan kita, cinta ini tidak akan pernah sirna. Percayalah, selama kita saling memiliki, semua akan bisa kita lalui.”
“Tapi…”
“Ssst…” Romeo menyentuhkan telunjuknya di bibir Julian agar dia tidak meneruskan kata-katanya. Dengan lembut dia mengecup dahi Julian. Untuk sesaat Julian tenang dalam dekapan erat Romeo.
Hening. Romeo dan Julian tenggelam dalam alam pikiran masing-masing.
“Romeo…”, ucap Julian kemudian.
“Ya.”
“Berjanjilah satu hal.”
“Apa?”
“Berjanjilah bahwa kita akan selalu memperjuangkan cinta ini sampai akhir memisahkan kita.”
“Aku berjanji.”
***
Ah, so sweet! Mungkin kisah cinta seperti itu hanya kita temui dalam legenda, novel, atau film. Bagaimana tidak? Hanya dalam legenda, dua orang yang saling mencintai rela mengorbankan jiwa dan raganya. Hanya dalam novel, dua seseorang rela menempuh mara bahaya demi bisa memiliki kekasih tercinta. Dan hanya dalam film, janji setia sebuah percintaan dapat dirasa.
To be honest, semua orang mendambakan kisah romantis percintaan seperti itu dalam hidup mereka. Tidak tekecuali kaum gay. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah romantisme percintaan mereka sama seperti kaum hetero? Apakah romantisme Romeo dan Juliet dapat ditemui di kalangan homoseksual?
Sudah menjadi rahasia umum, petualangan cinta kaum homoseksual selalu dikaitkan dengan one nite stand relationship. Kenal di chat room, janjian di suatu tempat, kalau cocok langsung nyari tempat yang nyaman untuk bermesraan, setelah keduanya terpuaskan kemudian berpisah begitu saja. Obrolan penutup seperti, “Nanti telpon ya?” atau “Kapan-kapan kita ketemuan lagi.” adalah basa-basi karena setelah berpisah nomor yang bersangkutan di phone book masing-masing segera di hapus.
Tentu saja tidak semua kaum homoseksual seperti itu. Ada juga yang bisa mempertahankan relationship mereka selama satu, dua, bahkan lima tahun. Lebih jauh, ada yang memutuskan untuk menikah di luar negeri. Pertanyaannya tetap, apakah percintaan mereka didasari saling setia terhadap pasangan masing-masing? Apakah ada jaminan relationship yang terjaga sekian tahun tidak diselingi ‘petualangan’?
Mengutip pendapat Brian Kenney dalam serial Queer as Folk, jangan pernah mengharap romantisme percintaan kaum hetero dalam kisah cinta kaum homo. Mengapa? Karena kita gay. Cinta dalam kamus homoseksual tidak diartikan sebagai saling setia, berjanji sehidup semati, saling cemburu dan berujung pada pernikahan untuk mengejwantahkan kokohnya janlinan cinta diantara mereka.
Lalu, bagaimana menemukan cinta dalam hubungan homoseksual? Sebagian gay sudah teramat sangat pesimis dengan kata yang satu ini. “Persetan dengan cinta. Yang penting aku puas dan kamu juga puas. Nikmati saja hidup sebagai gay. Nggak usah pake ribet dengan urusan cinta.” Sebagain yang lain, jauh di lubuh hatinya menyimpan sebuah harapan untuk bertemu dengan soulmate-nya. Kendati hari demi hari kepercayaan itu terkikis oleh realita yang ada, namun tetap mereka berharap suatu hari nanti cinta sejati itu bisa mereka rasakan. You go boys!
***
“Julian…!”, Romeo meraung pilu seolah ingin menghentikan guyuran badai, dentuman geledek, dan kilatan petir malam itu. Julian sekarat dalam pelukannya di tengah siraman air hujan. Racun yang dimunimnya beberapa saat yang lalu beraksi dasyat. Tubuh Julian mengejang, dari mulutnya keluar busa putih. “Julian! Oh tidak!”, Romeo mengguncang bahu Julian.
“Ro… me… o…”, suara Julian lirih.
“Julian, jangan tinggalkan aku.”
“Ma… af… kan… a… ku… Ro… me… o…”
“Julian. Julian!” Kembali Romeo mengguncang bahu Julian. Tak ada reaksi. Mata Julian membelalak hampa. Nyawanya telah meluruh seiring aliran airan air hujan yang membasahi tubuhnya.
“Tidaaakkk…!” Romeo tidak percaya. Kilat menyambar, guntur menggelegar seakan menjawab teriakan Romeo.
“Julian, jangan kau tinggalkan aku.” Romeo memeluk erat tubuh Julian. Digenggamnya erat tangan dingin Julian yang basah oleh guyuran air hujan. Pada saat itulah dia menemukan botol kecil racun yang telah menewaskan pujaan hatinya.“Apa arti hidupku tanpamu, Julian.” Nanar mata Romeo menatap botol kecil yang telah berpindah dalam genggamannya. Tekadnya sudah bulat. Kalau di dunia kisah cinta mereka tidak dapat bersatu, maka biarlah di akhirat mereka merajut ulang kisah cinta yang terkoyak.

No comments: