Wednesday, March 26, 2008

PERSAHABATAN GAY

Apa yang tidak mungkin terjadi dalam persahabatan? Tertawa dan menangis bersama? Sekuat tenaga menjaga rahasia satu sama lain? Menceritakan ulang aib kebodohan yang pernah diperbuat untuk dijadikan peringatan? Saling dukung (sebodoh apapun) ide konyol yang muncul di sela makan siang? Bersama-sama mencela penampilan orang yang lalu lalang ketika ngafe di mall? Hampir (catat: hampir) semua keseruan dapa terjadi dalam sebuah persahabatan. Well, dalam dunia gay, kemeriahan persahabatan tersebut masih harus dibumbui: berebut laki-laki.

Yupe! Dalam dunia gay, kita tidak pernah tahu (sampai kita saling cerita) laki-laki mana yang akan-tengah-telah kita dan teman pernah tiduri. Dari deret acak sejumlah laki-laki tersebut, salah satu diantara mereka kita perlakukan dan memperlakukan kita secara berbeda. Ya, polah hubungan yang semestinya hanya ONS pun kemudian berlanjut pada pola hubungan yang lebih rumit. Kemudian muncullah ide gila, memperkenalkan (atau mungkin lebih tepatnya membanggakan) laki-laki tersebut kepada teman. Karena ketidakjujurannya dan ketidak-sensitif-an sang teman dalam pola hubungan yang rumit tersebut, muncullah kesempatan untuk ritual mencoba-barang-baru-milik-teman. Dan disinilah tragedi bermula.

Siapa bilang pertemanan harus saling mengalah? Bermodal pembenaran masing-masing, perang memperebutkan sang laki-laki pun dimulai. Seperti sudah diprediksi sebelumnya, persahabatanpun hancur berantakan. Tragedi tidak berhenti di situ. Seperti juga perang di mana tidak ada yang kalah ataupun yang menang karena kedua belah pihak pasti menderita, drama memperebutkan laki-laki ini pun tidak berujung pada kemenangan salah satu pihak. Ya, karena yang berhasil mendapatkan sang laki-laki pun tidak akan pernah tidur nyenyak dalam tidurnya mengingat di luar sana sahabatnya merana. Kalau sudah begini apa yang harus dilakukannya kemudian?

Ternyata meminta maaf dan mengakui kesalahan tidak semudah yang tertulis dalam teori. Ada ego, harga diri, merasa diri paling benar, dan rasa malu telah berbuat bodoh membebani mereka untuk saling mendekat dan meminta maaf. Mereka pun kemudian memutuskan untuk membiarkan waktu yang akan mengobati luka yang pernah ada. Sampai kapan? Tidak ada yang kuasa menjawabnya. Yang jelas, ketika ia melihat sang teman duduk sendiri dalam sebuah acara, ia berpikir inilah saatnya. Dan mereka pun bertegur sapa, bersalaman, berpelukan, dan bercengkerama seperti sedia kala.

Apakah ini berarti perang dingin telah berlalu dan mereka kembali bersahabat? Tidak sedramatis itu. Yang telah terjadi di antara meraka hanyalah sebuah kebodohan yang akan mendewasakan mereka kelak di kemudian hari. Kebekuan diantara mereka bukanlah akhir dari persahabatan yang mereka jalin. Bagaimanapun, mereka tetap bersahabat dan tidak akan ada seseuatu atau seorang pun yang dapat merubahnya. Jadi, ketika sang teman bertanya, "Apakah kita dapat berteman kembali?" Tidak ada yang harus dijawab. Mereka tetap bersahabat, apapun yang terjadi dan selamanya akan seperti itu.

1 comment:

E'NOK said...

duh jadi terharu. i love you sweety.muacchhh