Wednesday, March 12, 2008

A MATURE RELATIONSHIP

Apa yang menjadi tolok ukur sebuah hubungan yang dewasa (matere relationship)? Apakah kedewawaan sebuah hubungan dinilai dari lamanya hubungan tersebut terjalin? Apakah mature relationship dinilai dari usia dua orang yang terlibat dalam hubungan tersebut? Atau, apakah sebuah hubungan yang matang dan dewasa ditentukan oleh kualitas hubungan dan tanggung jawab kedua sejoli?

Faktanya, lamanya sebuah hubungan terjalin tidak menjamin relationship tersebut berhak disebut mature. Katakanlah rekor hubungan terlama dalam dunia gay adalah 4 sampai 5 tahun. Dalam rentang waktu tersebut, seorang gay tentu sudah bisa mengetahui karakter, kebiasaan, serta pola pikir pasangannya. Tapi apakah ini membuat hubungan yang mereka jalin menjadi dewasa? Well, banyak sekali hal yang harus diketahui selain sekadar karakter, kebiasaan, serta pola pikir. Apakah rentang waktu 4 sampai 5 tahun itu dapat dijadikan barometer dalamnya cinta di antara mereka? Well, kita harus dapat membedakan antara cinta dan kebiasaan. Terkadang kita hanya mempertahankan kebersamaan karena takut kehilangan, tidak bisa sendiri, dan tidak mau kesepian. Kalau sudah begini, layakkah kebersamaan itu disandarkan pada cinta?

Faktanya, menjadi tua adalah sebuah keniscayaan sementara menjadi dewasa adalah sebuah pilihan. Tidak semua laki-laki yang menginjak usia dewasa (let say 30-50 years old) dapat bertindak layaknya laki-laki pada usia tersebut. Well, berdalih middle-life-crisis seorang laki-laki merasa berhak melakukan sedikit kebodohan termasuk menyia-nyiakan hubungan percintaan yang dimilikinya dengan berselingkuh misalnya. Kalau sudah begini, tidak pantas rasanya kedewasaan diberikan pada banyaknya jumlah usia.

Lalu, hubungan yang bagaimana yang layak disebut dewasa. Ada tiga pilar utama yang dapat dijadikan tolok ukur.
  1. Kualitas komunikasi. Inilah ciri utama mature ralationship. Ini pula yang menjadi pembeda dengan sekadar sebuah ONS. Pada mature relationship kita bisa membicarakan apa saja dengan pasangan, termasuk membahas kekurangan serta keinginan masing-masing pihak incuded sex. Sebuah kominikasi yang sehat disandarkan pada kesadaran masing-masing individu untuk memahami (bukan sekadar mengenal) satu sama lain. Dari sini akan terjalin saling percaya dan saling pengertian yang sangat dibutuhkan demi kelanggengan suatu hubungan.
  2. Tidak mengumbar kekurangan pasangan pada sembarang orang. Berdalih curhat, kita sering kali mengumbar keburukan pasangan pada teman kita. Lebih parah lagi ketika hubungan kita dengan pacar sedang terganggu dan kita membeberkan aib serta sumpah serapah tentang pacar kepada teman-teman kita. Al hasil, tanpa sadar kita menciptakan image buruk tentang pacar kita di mata teman curhat. Kita akan dengan mudah memaafkan semua keburukan itu karena di hati kita ada cinta tapi tidak demikian halnya dengan teman yang sudah kadung menilai buruk pacar kita. Di sinilah kemudia, curhat dapat menjadi bumerang yang dapat berbalik menghantam si pelempar. Jadi, pintarlah memilah dan memilih materi curhat.
  3. Tanggung jawab. Tanggung jawab dalam sebuah hubungan akan melahirkan pondasi percintaan yang kuat yang tidak akan mudah diruntuhkan. Dalam kamus mature relationship, kita tidak mengenal perselingkuhan. Mengapa? Perselingkuhan adalah sebuah simbol dari ketidakbertanggungjawaban dalam sebuah relationship. Satu hal yang harus dicatat, tanggung jawab berbeda dengan rasa tidak ingin menyakiti hati pasangan. Kalau sekadar rasa tidak ingin menyakiti hati pasangan, perselingkuhan dapat dilakukan dengan ekstra hati-hati dan rapih. Rasa bersalah dapat hilang seiring intensitas perselingkuhan dan alasan pembenaran-pembenaran yang dapat kita ciptakan.
Demikianlah. Tiga pilar utama tersebut sudah seharusnya kita perkokoh kalau hubungan yang kita jalin ingin dikatakan mature. Tidak mudah memang, tapi bukan berarti hal itu tidak mungkin diwujudkan.

1 comment:

E'NOK said...

yes.keep your mouth and atitude.