Logis dan tidaknya sebuah kisah percintaan sangat tergantung dari perspektif masing-masing. Ini bersifat sangat personal tergantung dari pribadi yang terlibat di dalamnya. Bisa saja kita melihat pengorbanan seseorang dalam mempertahankan cintanya sebagai sebuah kebodohan. Sebuah tindakan yang sudah tidak lagi masuk logika orang sehat. Well, itu adalah opini dari orang luar yang tidak merasakan cinta itu sendiri. Dan seringnya, kita hanya bisa menghakimi tanpa ada keinginan memposisikan diri dalam situasi yang kita hakimi.
Inilah kemudian yang membuat kaum homoseksual merasa perlu mengekspresikan rasa cinta yang mereka rasakan. Sangat tidak adil kalau percintaan homoseksual dipandang sebagai suatu penyakit atau penyimpangan. Bukankah cinta tidak pernah memilih kepada siapa ia akan singgah? Salahkah kemudian si penerima cinta mengikuti naluri dan kata hatinya, bahkan homoseksual sekalipun?
Bahkan ketika cinta dijalin melalui chat-room yang bagi sebagian orang dinilai sebagai sebuah landasan yang rapuh. Bagaimana tidak, chat-room sudah diidentikkan sebagai sebuah wadah mencari sekadar ONS relaionship. Setiap personal di dalamnya kerap menyembunyikan idenditas, sifat asli, serta niat jahat. Bagaimana mungkin dua orang yang bertemu di chat-room berjanji akan saling setia sementara ia bisa masuk chat-room kapanpun dimanapun ketika ia ingin bertemu orang-orang baru.
Ya, kalau ditimbang dari kacamata logika, hal itu teramat sangat tidak mungkin. Namun demikian, penulis yakin cinta seperti itu ada dan akan bertahan lebih lama dibandingkan kisah cinta sebelumnya. Terima kasih penulis kepada seseorang yang telah meyakinkannya. Meyakinkan dirinya bahwa cinta kadang memang tidak memerlukan logika.
[A note from an official day]
1 comment:
E'nok setuju lah neneng, hehehehe.
Post a Comment