Friday, April 11, 2008

YOU CAN START IT BUT YOU CAN'T STOP IT

Pernahkah Anda berada di posisi seperti ini?

Anda desperate. Setiap hubungan yang coba Anda bangun dengan seorang pria selalu diwarnai pertengkaran, perselingkuhan, ataupun ketidakcocokan. Akumulasi dari itu semua membuat Anda berpikir, "Apakah aku harus menjalin hubungan denga wanita agar semua ini tidak terjadi?"

Anda ketakutan. Anda divonis mengidap penyakit kelamin. Terbayang jelaslah sepak terjang seksual yang Anda claim sebagai save-sex yang telah Anda lakukan selama ini. Anda pun bertanya pada diri sendiri, "Apakah ini sebuah kutukan bagi seorang gay? Apakah ini pertanda aku harus mengakhiri semuanya?"

Anda tidak punya pilihan. Anda dijodohkan dengan seorang perempuan yang teramat baik. Tidak ingin mengecewakan keluarga apalagi melukai perasaan seorang wanita yang dengan tulus mencintai Anda, membuat Anda tidak punya pilihan selain berkata ya. Pada saat ikrar pernikahan, selain berjanji pada istri untuk menjadi seorang suami yang bertanggung jawab, Anda pun berjanji pada diri sendiri, "Mulai saat ini, aku akan berhenti dari dunia gay dan sepenuhnya menjadi suami yang baik tidak peduli betapa besar godaan untuk kembali ke dunia gay kelak satu hari."

Pertanyaannya kemudian adalah, "Do we really really can quit from become a queer?" Sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban yang tidak sesimpel pertanyaannya. Kalau kita bisa menemukan yang berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi narkoba, ataupun berhenti dari kecanduan minuman beralkohol, apakah kemudian kita bisa menemukan orang yang berhenti menjadi gay?

Menjadi gay adalah sebuah pilihan preferensi seksual yang karenanya akan menentukan pengalaman seksual setiap pria gay. Ketika seorang pria mendapatkan pengalaman seksual untuk pertama kali (dengan seorang pria, tentu saja) dan dia menikmati hal ini, maka itu akan menjadi barometer kenikmatan seks di masa yang akan datang. Bahkan ketika seks pertama tidak terlalu ia nikmati tapi ketika hal itu (seks dengan pria) dilakukan secara berulang dan tanpa sadar dia menikmatinya, well dalam otaknya akan terpatri bahwa itulah seks yang sebenarnya. Bahkan ketika seorang laki-laki beristri dan mencoba variasi baru dengan melakukan seks dengan pria dan dia menemukan excitement yang ia tidak dapatkan dari istrinya, dia akan menggandakan standar kepuasan seksnya selama ini.

Tentu, ini tidak bermaksud menafikkan mereka yang telah benar-benar berhasil menarik diri dari dunia gay. Kepada mereka, penulis hanya ingin mengajukan pertanyaan, "Kalau Anda tidak terperangkap pada posisi yang mengharuskan Anda berhenti, apakah Anda tetap akan berhenti menjadi gay?" Let say, Anda berhasil menekan keinginan menjadi gay selama sekian waktu. "Jujur, tidak adakah secuilpun keinginan untuk kembali menikmati keintiman bersama seorang pria?"

Menikah, memiliki anak, menderita penyakit kelamin tertentu bukanlah alasan yang tepat bagi Anda apabila ingin berhenti menjadi gay. Mengapa? Bagi seorang gay, kencan dengan seorang laki-laki tidak akan dihitung selingkuh. Perselingkuhan hanya bagi mereka (pria) yang tidur dengan wanita lain selain istrinya. Bagi seorang gay, kencan dengan laki-laki lain tidak akan mengurangi keteladanan bagi anak-anaknya. Toh hal itu (affair dengan pria lain) dilakukan secara sembunyi-sembunyi, jauh dari jangkauan pengetahuan anak-anaknya. Bagi seorang gay, penyakit kelamin bisa disembuhkan. Bahkan ketika penyakit itu tidak disembuhkan dan karenannya dia divonis tidak akan lama lagi hidup di dunia ini, well siapa yang berani menjamin setiap laki-laki sehat akan dapat hidup seratus tahul lagi? Tidak ada! Kematian adalah sesuatu yang pasti akan terjadi pada siapapun, kapanpun.

Jadi, silahkan berhenti menjadi gay. Namun demikian tidak ada seorang pun atau apa pun yang dapat menjamin Anda bisa benar-benar berhenti dan melupakan sejarah kebersamaan dengan pria-pria yang pernah mewarnai track records kehidupan seksual Anda.

No comments: