Saturday, April 05, 2008

GAY RADAR

Seorang teman straight pernah bertanya, "Ketika pertama bertemua pria di muka publik, apakah seorang gay bisa membedakan mana pria yang homo dan mana pria hetero?" Tentu saja jawabannya adalah, ya! Pria gay memiliki semacam radar untuk mendeteksi hal tersebut. Bahkan ketika sekelompok pria gay jalan di mall, mereka sibuk menunjuk mana pria gay dan mana pria straigt.

Pertanyaan selanjutnya adalah, "Dari mana pria gay itu memperoleh kemampuan deteksi tersebut?" Well, harus diakui bahwa tidak ada bayi laki-laki di dunia ini yang terlahir sebagai homo. Tidak seperti kemampuan menggunakan indra ke-enam yang diperolah begitu saja semenjak kecil, kemampuan deteksi (radar) gay diperoleh dari proses belajar yang tidak bisa dilakukan hanya dalam satu atau dua tahun.

"Bagaimana cara kerja radar tersebut?" Tentu saja dengan mengamati tingkah laku setiap pria yang kita jadikan objek observasi. Sebagian pria gay dengan cueknya memperlihatkan perilaku feminim (baca: ngondek) di depan umum. Mendeteksi pria-pria gay seperti ini tidak memerlukan kemampuan deteksi khusus atau sering kita sebut basic level detection. Ada pula sebagian pria gay yang kalau diteliti dengan saksama mereka memang ngondek, tapi karena di depan umum, mereka pun jaga image ataupun berpura-pura manly. Tanpa mereka sadari, semakin mereka ingin tampil manly, maka semakin terlihat rikuh dan ngondeklah mereka. Keberadaan mereka dapat dideteksi dengan menggunakan intermediate level detection. Selanjutnya dalah tipe gay yang memang berpenampilan manly. Mengetahui ke-gay-an pria jenis ini hanya dapat dilihat dari gerak matanya ketika memperhatian laki-laki yang berpapasan dengannya. Ya, bukankah mata tidak pernah berbohong? Deteksi gerak mata ini dikelompokkan dalam advance level detection dan hanya sebagian kecil pria gay saja yang menguasainya.

Last question, "Bagaimana validitasnya?" Diakui deteksi semacam ini sangat dipengaruhi oleh unsur subjektivitas yang tinggi. Ketika seorang gay menyukai seorang pria, dia berharap pria tersebut gay sehingga bisa diajaknya kencan. Formula yang sama sering digunakan untuk menyebarkan isu bahwa selebiritis (pria) A gay atau selebiritis (pria) B pernah kencan dengan teman gay-nya. Sekali lagi, ini adalah subjektivitas atau kita menyebutnya sebagai sebuah doa dan harapan. Sah-sah saja mengingat setiap orang bebas berdoa dan berharap bukan?"

"Lha, berarti?" Yupe! Dan kabar baiknya adalah seorang pria tidak harus menjadi gay untuk bisa menikmati kencan dengan pria gay. Dia boleh sudah menikah, dia boleh sudah memiliki anak, dan dia boleh menyangkal bahwa dirinya gay. Selama kencan tersebut dinikmati oleh kedua belah pihak, well sudah tidak lagi diperlukan label gay atau tidak bukan? Kita semua tahu jawabannya.

No comments: