Saturday, October 18, 2008

KETIKA SEORANG GAY MEMUTUSKAN UNTUK MENIKAH

Ketika seorang gay akhirnya memutuskan untuk menikahi seorang perempuan, banyak sekali alasan yang melatarbelakangi keputusan tersebut. Mematuhi keinginan orang tua, menuruti norma sosial serta adat istiadat setempat, tidak sanggup menolak perjodohan dengan wanita yang di mata orang tua dinilai sempurna, meneruskan garis keturunan, serta tidak ingin kalah mempertontonkan kesempurnaan sebagai seorang laki-laki di depan teman kerja, misalnya dan masih banyak lagi alasan artifisial lainnya.

Mengapa kita menyebutnya sebagai alasan artifisial? Kalau mau jujur, pria gay mana yang tidak menikmati kehidupannya sebagai gay selama ini. Mulai dari gonta-ganti teman kencan, tidak adanya tanggung jawab berlebihan manakala kita menjalin sebuah hubungan, tidak harus repot mengurusi tetek bengek birokrasi kekeluargaan sebagai konsekwensi logis pernikahan, serta hidup cuek tanpa tekanan sosial. Hidup pun kemudian dimaknai sebagai sebuah kemeriahan dan petualangan yang seolah tak terbatas.

Ketika kemudian seorang gay memutuskan untuk menikah dengan berbagai alasan seperti disebutkan di atas, apakah dia sudah siap meninggalkan semua kenikmatan yang didapat selama ini untuk digantikan dengan pernikahan yang tidak mungkin tidak terlepas dari problematika? Apakah kemudian setelah menikah akan ada jaminan bahwa dia tidak akan merindukan kehidupan yang dahulu atau bahkan ia tidak terjun lagi ke dalam kehidupan tersebut? Kalau sudah demikian, apakah arti sumpah di depan Tuhan yang ia proklamirkan saat akad pernikahan? Bukankah akan lebih beresiko mengundang permasalahan ketika dia kembali ke dunia setelah menikah dengan seorang perempuan?

Karena itulah, ketika seorang gay menikah, yang pertama kali harus diyakinkan mengenai pernikahan tersebut adalah dirinya sendiri. Sudah siapkan dia mengorbankan semua perasaan yang membuatnya merasa hidup sebagai seorang manusia. Ya, kalau kita masih care degan pendapat dan perasaan orang lain (misal orang tua) lantas, siapa yang akan peduli pada perasaan kita kalau bukan kita sendiri?

No comments: