Saturday, September 26, 2009

HOMOTRON

Menjadi gay adalah sebuah tantangan yang mengharuskan kita dapat memerankan dua karakter berbeda (dan bahkan mungkin bertentangan) dalam hidup ini. Satu sisi kehidupan kita mengharuskan kita tampil layaknya lelaki kebanyakan, maskulin sebagaimana diinginkan mainstream. Sisi lain kehidupan kita menuntut kita tampil apa adanya sesaui hati nurani. Masing-masing peran tersebut harus kita lakonkan dengan sebaik munkin sesuai dengan atmosfir lingkungan di sekitar kita.

Pandai-pandai menempatkan diri, itulah kata kunci yang selalu dipegang erat kaum gay dalam menjalankan peran gandanya agar kehidupan pribadinya dihakimi. Ya, alasan mendasar mengapa seorang gay menyembunyikan preferensi seksualnya dengan berpura-pura menjadi lelaki kebanyakan adalah ketakutan akan pandangan masyarakat. Bagaimanapun, homoseksual akan selalu dianggap menyimpang oleh kalangan heteroseksual. Dalam salah satu sesi tanya-jawab kontes kecantikan Miss USA 2009, salah seorang kontestan menyatakan menghargai pilihan seseorang menjadi gay namun demikian ia masih menganggap bahwa pernikahan selayaknya hanya terjadi antara dua manusia berbeda jenis kelamin. Ini adalah bukti bahwa seterbuka apapun pandangan orang-orang heteroseksual, mereka tidak akan pernah dengan legowo menerima keberadaan kaum gay.

Hal inilah kemudian yang membuat beberapa gay manjadi paranoid. Mereka memiliki rasa takut berlebihan akan kemungkinan terbongkarnya rahasia terbesar hidupnya sebagai seorang gay. Mati-matian mereka menutupi jati diri sebagai seorang gay tingkah artifisial yang kalau mau jujur hal tersebut sangat menyiksanya. Merasa diri tidak merdeka dan selalu terjajah, itulah perasaan yang selalu membebani hidup mereka.

Ah, penulis selalu berangan-angan bahwa suatu hari nanti dapat memperkenalkan diri sebagai seorang gay seperti Nino (yang diperankan oleh Tora Sudiro) dalam film Arisan! "Hai, aku Nini dan aku seorang gay." Karena belum bisa melakukannya, penulis hanya bisa terkagum-kagum pada para profesional muda (entah dokter, ekonom, politikus, dan lain sebagainya) yang dengan tanpa ragu mengakui homoseksualitasnya. Sungguh membutuhkan sebuah keberanian luar bisa untuk dapat merasa nyaman di bawah tatapan nanar orang-orang yang memandang negatif seorang homo. Mereka adalah kelompok gay yang tidak perlu repot harus bergonta-ganti atau kerap bertransformasi dari satu karakter ke karakter lain. Merek cukup menjadi diri sendiri. Wuih...

Sebagaimana robot-robot transformer yang dengan cepat berubah bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi, seorang homo juga harus dapat melakukan hal serupa. Ia harus dengan segera tampil sebagaimana lelaki kebanyakan manakala berada di tempat kerja ataupun di rumah ketika bersama keluarga. Ketika ia berada di jaringan pertemanan gay, dengan sendirinya ia akan menjadi diri sendiri tanpa harus jaim dengan segala kepura-puraan dan kemunafikan.

No comments: