Thursday, February 21, 2008

JUST BIG IS NOT ENOUGH

Dalam dunia hetero, ukuran besarnya alat kelamin laki-laki menjadi perdebatan. Ada yang mengatakan bahwa size doesn't really matter pun ada yang kekeuh menyatakan bahwa size does really-really-really matter. Mana yang benar? Well, belum ada kesimpulan yang disepakati bersama.

Sementara dunia hetero masih mempertanyakan penting dan tidaknya ukuran (besar) alat kelamin pria, dalam dunia hetero issue ini telah dianggap basi. Kaum homo sudah menyetujui satu hal sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut di atas. The answer is: SIZE DOES RELLY-RELLY-REALLY MATTER! Adalah bohong kalau ada kaum homo yang mengatakan bahwa dia puas dengan ukuran kelamin mini partner seksualnya. Cinta, perhatian, dan kasih sayang adalah alibi tempat ia bersembunyi dari ketidakpuasan atau kekurangpuasan dalam hal seks dengan partnernya.

Apakah pernyataan tersebut di atas terlalu berlebihan dan sangat terobsesi dengan ukuran fisik alat kelamin? Dengan tegas penulis menjawab, tidak! Untuk membuktikannya coba sodorkan dua paket pilihan. Ada dua laki-laki yang Anda cintai dah mereka pun mencintai Anda dengan porsi yang sama. Laki-laki pertama memiliki ukuran alat kelamin 8-10 cm dan laki-laki kedua memiliki ukuran alat kelamin 17-20 cm, wow! Mana yang akan Anda pilih?

Point yang coba penulis sampaikan adalah sah kita mencitai laki-laki dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Akan tetapi kita tidak bisa menyangkal ada sebagian dari diri kita yang selalu menuntut lebih. Kalau kita bisa menikmati cinta dan ukuran kelamin yang besar pada saat yang bersamaan, kenapa tidak? Sudah saatnya kita menikmati sensasi dan memanjakan fantasi cinta yang selama ini hanya dapat kita bayangkan. It feels amazing, isn't it?

Apakah kemudian permasalahan berhenti di situ? Ternyata tidak. Untuk menjadi sex-fighter yang handal, besrnya alat kelamin saja tidak cukup. Sex-fighter handal harus mampu menguasai teknik, stamina, serta pengetahuan mumpuni menenai bagaimana memuaskan partner seksnya. Ini penting mengingat seks yang baik adalah hubungan timbal balik, take and give. Beberapa kaum homo yang dikarunia ukuran alat kelamin di atas rata-rata kurang memperhatikan hal ini. Mereka mengira bahwa ukuran alat kelaminnya yang extra-large sudah cukup membuatnya dianggap sebagia pejantan tangguh. Wrong mister! You need something more to make you perfect. Satu yang perlu Anda waspadai, jangan besar kepala dengan ukuran extra-large alat kelamin yang Anda miliki. Anda tidak ingin bukan partner seks Anda mengatakan, "Alat kelamin saja gede. Gede-in juga tuh otak loe biar tahu bagaimana cara memuaskan pasangan!" Oops! That's the biggest disaster, ever!

Kesimpulannya adalah: kalau dalam dunia hetero masih ada toleransi mengenai ukuran alat kelamin laki-laki, maka dalam dunia homo hal itu sudah menjadi harga mati. Untuk bertahan dalam dunia homo, besarnya alat kelamin Anda adalah modal awalnya yang kemudian harus Anda lengkapi dengan kemampuan dasar hubungan seksual lainnya. Diskriminatif memang, tapi begitulah adanya. Jadi, selamat datang dalam dunia homo. Dunia terkejam yang pernah ada di muka bumi ini.

Monday, February 18, 2008

THE RIGHT MAN

Pernah kah kau merasa bahwa seseorang sangat terkesan dengan penampilan, kepribadia, serta caramu berkomunikasi. Dengan tulus ia selalu menanyakan kabarmu melalui SMS. Tak jarang pula ia menelponmu sekadar menanyakan sedang berada di mana. Suatu saat ia menawarkan bantuan yang tidak begitu kau perlukan. Ujungnya, ia pun menyatakan rindu dan cinta kepadamu. Ups! Bukan karena dia buruk rupa. Bukan pula dia banyak cela. Yang pasti kau tidak merasakan sedikikitpun getaran cinta ketika berada dekat dengannya sehingga kata cintanya kau tolak dengan berbagai alasan.

Di sisi lain, kau pun pasti pernah merasakan bahwa kau mempertaruhkan semua yang kau miliki untuk orang yang kau sayangi. Bukah hanya cinta dan kasih sayang yang kau limpahkan, materi pun tak segan kau keluarkan. Namun demikian apa yang kau dapat sebagai balasan? Suatu ketika kau memergoki orang yang kau sayang tengah berkasih sayang dengan orang lain! Oh my God! Duniapun seolah runtuh. Hatimu hancur berkeping tak berbentuk lagi. Kau pun menangis karenanya.

Lalu kau pun bertanya, apakah ini karma? Mengapa orang yang benar-benar mencintai kita adalah orang yang tidak dapat menimbulkan getar sedikitpun di hati kita? Mengapa kita tidak bisa merasakan ketulusah hati yang dengan sepenuhnya diperuntukkan bagi kita? Sementara itu, hati yang tulus kita persembahkan sepenuhnya sepertinya disiasiakan oleh penghianatan orang yang kita cintai. Kepercayaan dan harapan yang kita berikan tidak berarti di mata orang yang kita cintai sepenuh hati.

Kalau sudah begini, benarkah pernyataan bahwa mencintai akan lebih mudah daripada dicintai? Sebenarnya, apakah the right men untuk kita itu benar-benar ada? Kalau dia memang benar-benar ada, mengapa kita harus dipertemukan dengan begitu banyak the wrong men sebelum akhirnya bertemu dia. Bisakah kita hanya bertemu dengan the right men lansung, saling jatuh cinta, dan akhirnya hidup bahagia untuk selamanya? Ah...

Monday, February 11, 2008

5 ALASAN MENGAPA TIDAK BISA BERTEMAN DENGAN MANTAN

Tidak selamanya drama percintaan berakhir kebahagiaan. Ada kalanya, kita ditinggalkan ataupun meninggalkan pasangan demi kebahagiaan masing-masing. Walau tidak menutup kemungkinan balikan kelak satu hari, perpisahan tetap menjadi pil pahit percintaan yang mau tidak mau harus kita telan. Tidak jelasnya tujuan percintaan (dalam dunia hetero, tujuan tersebut diterjemahkan sebagai pernikahan), membuat percintaan kaum gay menjadi sangat rentan terhadap perpecahan.

The question is: When it comes to separation, do we really can make a friendship with our ex? Pendapatpun terbagi dua. Sebagian orang menyatakan bahwa kalau kita sudah tidak dapat menjalin hubungan percintaan, kenapa tidak membangun persahabatan. Ini demi menghargai kenangan indah yang selama ini dirasakan bersama. Kita tidak diperkenankan membenci mantan secara berlebihan. Toh, dia adalah orang yang pernah membuat kita tertwa.

Sebagian yang lain menyatakan bahwa berteman dengan mantan adalah sesuatu yang mustahil diwujudkan. Berikut beberapa alasannya:
  1. Ketika perpisahan terjadi karena perselingkuhan misalnya, kita tidak akan bisa melihat muka orang yang kita percayai yang ternyata telah berkhianat. Mengetahui dibohongi membuat kita merasa seperti orang paling bodoh di dunia. Bukan hanya rasa percaya kepada pasangan, rasa percaya pada diri sendirupun sontak luluh lantak mengingat semua kebohongan yang pernah ia lakukan. Kemudian kita disuruh berteman dengan orang yang telah meruntuhkan rasa percaya diri, we don't think so.
  2. Ketika perpisahkan terjadi dengan baik-baik, berteman dengan mantan beresiko memunculkan salah sangka. Terkadang perbuatan baik kita kepada mantan diterjemahkan sebagai rasa-cinta-yang-masih-ada. Ketika kemudian hal itu dibicarakan dan hasilnya tidak sesuai dengan harapan, maka timbullah kekecewaan. Canggung adalah sesuatu yang muncul kemudian. Sementara tidak ada kata canggung dalam pertemanan, bukan?
  3. Ketika mantan sudah memiliki pengganti terlebih dahulu dibanding kita, yakin kita tidak akan bisa menerima kenyataan tersebut. Ini menyadarkan kita pada satu hal bahwa perpisahan tidak membuatnya sedih berlarut-larut seperti yang terjadi pada kita. Menyadari bahwa ia telah melanjutkan hidup, membuat kita desperate. Dan sebagai teman, mampukan kita mendengar cerita bahagia mereka?
  4. Ketika kita telah memiliki pengganti dan masih berhubungan (sebagai teman) dengan mantan, hal itu dapat mendatangkan cemburu pada pasangan kita. Kita bisa saja menjelaskan kejadian yang sebenarnya (bahwa kita hanya berteman), tapi tetap saja mengetahui bahwa bahwa ada sejarah dinatara kita berdua membuat pasangan terbakar api cemburu. Apakah kita mau mengambil resiko melukai hubungan yang kita miliki karena sejarah usang?
  5. Ketika hubungan mantan kita dengan pacar barunya terganggu, bukan tidak mungkin kita akan dijadikan tempat curhat pacar mantan kita. Ketika kesalan ada pada mantan kita, yang paling enak kita lakukan adalah membeberkan semua aib mantan untuk memanas-manasi keadaan. Namun demikian, sebagai teman kita tidak diperkenankan melakukan hal itu. Terus, bisakah kita melakukan tugas maha berat itu?

Ah, mantan... Seharusnya ada planet khusus dimana kita dapat mengirim mantan-mantan kita agar tidak lagi mengganggu hidup kita. Biarkan mereka mereka merenungi semua kesalahan di planet tersebut. Bukan hanya itu, berkumpulnya mantan-mantan kita di satu tempat memberikan mereka peluang untuk mengenang betapa baiknya kita sebagai pasangan. Mereka akan bertukar cerita betapa cinta yang mereka sia-siakan adalah sesuatu yang mahal dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Dan merekapun menangis karenanya. Dan tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali mengucapkan selamat datang di planet mantan.

Wednesday, February 06, 2008

GAY, TRANSEXUAL & PRETENDER

Dalam dunia homoseksual, kita mengenal tiga jenis laki-laki. Jenis petama adalah laki-laki yang sadar sepenuhnya bahwa dirinya berbeda dari laki-laki pada umumnya dan mereka nyaman terhadap perbedaan itu. Tentu saja, penerimaan diri tersebut sebelumnya telah melalui proses panjang. Pada fase awal, mereka mengalami masa penyangkalan dan merasa bersalah dengan kelainan pada dirinya. Menyukai sesama jenis adalah sebuah dosa yang tidak dapat ditolelir. Itu melanggar etika, norma, dan agama.

Namun demikian, tidak ada yang dapat mereka lakukan dengan kelainan tersebut kecuali menerima hal itu sebagai semacam gaya hidup. Ya, tidak ada yang dapat mereka lakukan kecuali menikmati kelainan dalam dirinya. After all, it's not that bad. "Biarkan orang menilai. Biarkan orang mencibih. Biarkan orang mencaci. Toh ini bukanlah perbuatan kriminal yang dapat membahayakan atau merugikan orang lain. Kenapa repot mengurusi orang lain sementara masih banyak urusan yang harus kalian selesaikan." Pembelaan mereka atas pandangan sinis awam yang memang hanya menilai orang dari luarnya saja. Mereka hanya bisa menatap sinis tanpa mau mendengarkan mengapa mereka menjadi seperti itu dan memberikan solusi yang tepat.

Kedua adalah transeksual. Awam menyangka bahwa golongan inilah yang paling merasa nyaman dan terbuka dengan preferensi seksualnya. Salah. kelompok transeksual adalah mereka yang frustasi akan preferensi seksualnya dan melarikan diri dalam dunia feminim. Merekapun kemudian menjelma menjadi setengah wanita setengah pria. Satu konsep yang membuyarkan batas antara maskulin dan feminim. Entah apa maksud mereka dengan berpenampilan seperti itu, yang jelas mereka sepertinya berusaha menghadirkan gender ketiga: waria. Merekapun gencar memperjuangkan eksistensinya.

Awam kemudian mengartikan kehadiran mereka sebuah lelucon bahkan aib. Awam hanya melihat mereka tak ubahnya badut yang hadir hanya untuk ditertawakan. Bagaimana tidak, tabrakan perpaduan antara sisi maskulin dan feminim hanya pantas ditertawakan, bukan dipuji apalagi dihadiahi tropi.

Ketiga adalah laki-laki yang menikmati menjalin hubungan dengan sesama tetapi menyangkal dengan alasan dia hanyalah biseksual. "Kami masih menyukai perempuan, kok." Mereka merasa bahwa tidak ada yang salah dengan menyukai pria dan wanita sekaligus. Menikahi perempuanpun menjadi senjata mereka untuk tampil bersih di mata masyarakat, walaupun diam-diam mereka masih menjalin hubungan dengan laki-laki. Bercinta dengan laki-laki kemudian dijadikan sebagai sebuah iseng untuk mengusir kebosanan dengan istri di rumah.

Keseharian, ketiga kelompok itu berbaur dengan jenis laki-laki normal lainnya. Awam kadang tidak dapat membedakan mereka dengan laki-laki normal lainnya. So ladies, here's a note for you: Jangan terkecoh dengan penampilan laki-laki bahkan mereka yang sudah terang-terangan menyatakan cinta dan melamarmu. They could be gay. You just didn't realize yet. Be carefull!

Monday, February 04, 2008

Saturday, February 02, 2008

BE HONEST

Dengan bangga, seorang teman pernah bercerita. “Keluargaku tahu bahwa aku gay, and its ok. There’s nothing to worried about.” Waktu ditanya apa yang melatarbelakangi sampai keluarganya tahu tentang jati dirinya, dengan enteng sang teman berkata, “Aku sengaja memberitahu mereka.” What?! “Ya, aku pengen mereka tahu siapa aku sebenarnya. Its make me relief. Nggak ada lagi yang perlu disembunyikan.” Bagaimana dengan orang tua? “Ah, mereka hanya berpesan agar aku selalu berhati-hati. Dalam segala hal.” At that time, all I can say just, “Wow!”

Another story. Seorang teman bernah dibom! Bagaimana reaksi orang tuanya? Tentu saja mereka shock. Sang teman yang sedang kuliah di luar kota, segera diminta pulang untuk memberikan klarifikasi. Merasa tidak punya pilihan lain, dia akhirnya mengakui ke-gay-annya. Orang tuanya marah besar. Keputusan emosional pun diambil. Sang anak harus pindah kuliah ke kota kelahirannya agar orang tua dapat mengawasi pergaulannya. Selama tiga sampai empat bulan, dia tidak diperbolehkan keluar malam. Setiap akan keluar rumah atau sesampainya di rumah dari bepergian, rentetan interogasi menghujani mukanya. “Pergi ke mana? Pergi dengan siapa? Berbuat apa saja di luar rumah tanpa sepengetahuan orang tua?” Sebagai ungkapan simpati, aku berkata, “Aku turut prihatin.”

Question! Sebenarnya perlu tidak sih jati diri seorang gay diungkap ke dunia luar? Dalam hal ini keluarga menjadi salah satu representasi dunia luar tersebut. What a tough question, ha? Di satu sisi, kita tidak bisa terus berpura-pura berperan sebagai manusia biasa agar dapat diterima dunia luar, dunia hetero. Ketika memperkenalkan diri, ingin rasanya dapat berkata seperti yang dikatakan tokoh sakti dalam scene terakhir film Arisan! “Hey, nama gue Dido dan aku gay.” Orang lain dapat menerima keberadaan kita dan persoalan pun selesai.

Akan tetapi di sisi lain, kita juga tidak sanggup membayangkan reaksi yang mungkin akan terjadi ketika orang-orang dari dunia hetero tahu. Reaksi paling halus yang mungkin terjadi adalah kekagetan yang diikuti respek bercampur perhatian. Ini kalau kita cukup beruntung. Mereka akan berkata, “It’s not right, but it’s ok.” yang kemudian akan dilanjutkan dengan bla bla bla wejangan yang pada intinya menyarankan agar kkalau bisa kita bertaubat. Sedangkan jika kita apes, reaksi paling keras ketika orang lain tahu tentang ke-gay-an kita adalah cacian, pengucilan, sampai tidak kekerasan fisik sebagai reaksi ketidaksetujuan atas jalan hidup yang kita pilih. Ini bisa berlanjut pada depresi yang apabila tidak mendapat penanganan yang tepat dapat berakibat fatal.

Karena itulah, sebagian besar kaum gay lebih memilih menutup rahasianya rapat-rapat. Sebagai alibi, bermacam kamuflase pun dilakukan. Misalnya dengan pernikahan, membina keluarga, dan membesarkan anak. Ada pula yang memilih jalur aman dengan membatasi pergaulan dengan sesama gay dan lebih memfokuskan perhatian pada pendidikan atau pekerjaan. Ketika orang bertanya, “Kok malam minggu tidak ngapel. Mana pacarnya?” atau “Umurmu sudah kepala tiga. Kapan menikah?” cukup dijawab dengan memasang muka plus senyum innocent. Tentu saja sambil berkata, “Belum ketemu yang tepat.” atau “Sedang pengen fokus ke pekerjaan nih. Belum mau diganggu masalah rumah tangga.” Dan orang-orang pun tidak akan bertanya lebih jauh.

Terkadang, serapat apapun kita menyimpan rahasia, suatu saat (di luar kuasa kita) rahasia itu terbongkar juga. Kalau sudah begini apa yang harus dilakukan? Sebagian ada yang berpendapat terlanjut basah, mau diapakan lagi? Dengan bermacam gejolak dalam hatinya dia membeberkan juga rahasia itu. Namun sebagian yang lain dengan mati-matian menyangkal demi keamanan masa depannya. Kalau harus bersumpah demi nama Tuhan, dia akan melakukannya asalkan orang lain mempercayainya. Tanpa disadari, dia telah melakukan tiga kebohongan sekaligus. Pertama, dia membohongi diri sendiri. Kedua, dia membohongi orang-orang di sekitarnya. Dan ketiga, dia menggunakan nama Tuhan untuk menutupi kebohongan yang tidak dapat disembunyikan dari mata-Nya. Sungguh sebuah kekonyolan yang menggelikan bukan?

Satu lagi pertimbangan mengapa gay lebih memilih menyembunyikan identitasnya adalah karena tidak mau melukai perasaan orang tua. Tuhan boleh tahu perbuatan (dan karenanya Dia boleh menghukum) kita, tapi tidak demikian halnya dengan orang tua. Bayangkan, betapa hancurnya perasaan Ayah Ibu kita manakala mengetahui anak yang menjadi kebanggaan mereka ternyata tumbuh tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Bahkan ketika mereka berusaha sekuat tenaga untuk tanang dan berkata, “Kami dapat menerima dan menghargai jalan hidupmu.” dalam hati pasti ada kecewa yang tidak bisa dipungkiri. Karenanya, biarlah mereka beranggapan bahwa anaknya baik-baik saja. Jangan tambahkan satu lagi berat beban pikiran di usia renta mereka.
Tentu saja, adalah hak prerogative setiap gay untuk mengungkapkan ataupun menyembunyikan identitas masing-masing. Ketika seorang gay memilih membuka identitasnya, mereka punya alasan. Demikian halnya ketika seorang gay memilih menyembunyikan identitasnya, mereka juga punya alasan. Satu yang perlu diingat: Ketika kita bisa berbohong tentang identitas kita pada dunia luar, paling tidak jujurlah pada diri sendiri. Katakan pada dirimu sendiri, “Yes, I’m gay and I proud of who I am.” Bukankah dengan menjadi gay kita sudah cukup berdosa? Jangan tambah dosa itu dengan dosa karena telah membohongi diri sendiri. Honey, be honest to yourself. Ok?

7 JENIS LAKI-LAKI YANG PANTAS DIACUNGI JARI TENGAH

Konon, hanya ada dua jenis laki-laki di dunia ini. Kalau tidak brengsek, ya homo. Tentu saja, ini hanya ungkapan sinis sebagian wanita yang sering disakiti laki-laki. Ungkapan tersebut sekaligus menjadi pembenaran bagi kaum wanita untuk tidak mempercayai laki-laki. Yang lebih menyakitka, kalau kemudian ada laki-laki yang memperlakukan wanita dengan baik, radar detector dalam otak mereka langsung mengirimkan sinyal. “Dia gay.”

Kalau analogi kaum cynical tersebut di atas benar, itu berarti gay hanya terdiri dari laki-laki yang berperilaku baik, sopan, dan tidak tidak pernah mempermainkan perasaan orang lain apalagi sampai menyakiti. Betulkah demikian? Sayangnya, dunia gay tidak seindah itu. Selalu ada beberapa (kalau tidak bisa disebut banyak) gay yang suka mempermainkan dan menyakiti perasaan sesame gay. Lebih buruk lagi, mereka terkadang mengambil keuntungan dengan melakukan tindak criminal. Lengkap sudah kebejatan laki-laki jenis ini. Ya dia homo, ya dia brengsek. Laki-laki seperti inilah yang layak – teramat sangat layak – diacungi jari tengah. Ha!

Siapa saja laki-laki yang masuk dalam kelompok ini? Paling tidak ada tujuh jenis laki-laki yang harus diwaspadai.
1. Laki-laki yang ketika chatting memaksa minta pic (foto, pen) kita. Dia berjanji akan memperlihatkan pic-nya setelah kita memberikan pic. Namun apa yang terjadi? setelah dengan percaya kita memberikan pic kita melalui friendster atau faceparty dan kita yakin dia telah membukanya, dia ingkar janji. Alasannya, komputernya lambat lah, lagi sibuk buka e-mail lah, sedang ngobrol sama teman yang lain lah. Atau terkadang mereka lebih memilih out dari chat room untuk menghindar. Yang lebih parah adalah, ketika dia merasa mempunyai tampang lebih ganteng. Dengan seenaknya dia akan mengacuhkan kita dengan ogah-ogahan menjawab perbicangan dalam chatting tersebut. “Situ emang ganteng, but so what?!”

2. Laki-laki yang mengajak kita bertemu di suatu tempat namun diam-diam kabur ketika melihat kita yang tidak seperti harapannya. Saat kita kontak, HP-nya tidak akan aktif. SMS yang kita kirim jangan harap dibalas. Ketika di lain kesempatan kita memakai nomor lain untuk menghubungi mereka dan diterima, paling-paling jawaban mereka, “Sorry, kemaren aku nggak sempat bilang kalau ortuku manggil suruh cepetan pulang.” Atau, “Sorry, battery-nya ngedrop, jadi aku gak sempat hubungin kamu.”

3. Laki-laki yang melakukan tindak kriminal, baik yang terang-terangan memeras ataupun yang secara sembunyi-sembunyi menilap HP atau benda berharga lainnya ketika diajak ke tempat ke tempat kita. Laki-laki jenis ini biasanya sangat terlihat manis diawal perjumpaan. Ini adalah trik untuk mendapatkan kepercayaan kita, calon korbannya. Bukan hanya itu, diantara mereka tidak sungkan menyatakan ingin menjalin hubungan serius kita. Setelah kita terlena oleh bujuk rayunya, aksi pun dilancarkan. Satu malam mereka menginap di tempat kita dan pagi harinya tanpa permisi dia kabur membawa barang-barang berharga kita. Tidak ada gunanya menghubungi dia via HP apalagi mengharapkannya kembali dan minta maaf atas perbuatan yang telah mereka lakukan.

4. Laki-laki yang mengaku masih single saat pertama bertemu di mall ataupun club. Ketika kemudian kita membuka hati dan memberikan perhatian lebih, dia pun merespon positif. Kita pun dengan bodohnya menganggap respon positif tersebut sebagai bentuk perhatian bahkan cinta. Kemudian suatu hari, seorang teman menceritakan bahwa dia sedang menjalin hubungan serius dengan seseorang. Bisa dibayangkan betapa hancur berkepingnya kepercayaan dan benih cinta yang mulai tumbuh ini. Kejadian bisa menjadi lebih buruk lagi ketika tanpa tahu menahu seseorang (belakangan diketahui sebagai pacara sang laki-laki brengsek) melabrak kita. Mengatakan bahwa kita perusak hubungan orang lain, laki-laki murahan, dan sumpah serapah yang sangat menyakitkan hati. “Heh, pacar loe tuh yang kegatelan!”

5. Laki-laki yang via SMS sangat manis minta ketemuan, mau diajak ke tempat kita, dan minta diputarkan koleksi blue film, tapi ketika kita lancarkan rayuan bercinta dia menolak dengan berbagai alasan. “Aku tidak biasa saat pertama bertemu langsung ML.” atau, “Aku sedang tidak enak badan”. Apapun, yang jelas penolakan seperti itu akan menempatkan kita pada posisi ‘si binal yang kalah dan tertolak’. “Halo? Kalau memang tidak suka, bilang saja.”

6. Laki-laki yang tidak mau kissing ketika ML. Alasannya menyakitkan. “Aku hanya kissing sama pacar.” Yang diinginkan laki-laki seperti ini hanya ‘main course’ tanpa kissing sebagai appetizer dan desert. “For your information, we do really love kissing.” Dari kissing kita bisa merasakan emosi kedekatan, bukan sekedar erotica persetubuhan.

7. Laki-laki yang berjanji akan nelpon untuk mengatur pertemuan selanjutnya tapi tidak kunjung datang satu SMS pun. Ketika kemudian kita mengalah menghubungi dia terlebih dahulu, ada saja alasannya. Mulai dari sibuk dengan kerjaan, sedang di luar kota, sedang sibuk ini itu, sampai bilang tidak ada pulsa untuk sekedar kirim SMS sekalipun. Satu dua minggu kita masih menunggu dengan mengirim SMS ucapan selamat pagi, siang, sore, dan malam. Tidak ada jawaban.
Menyebalkan bukan? Faktanya, salah satu atau bahkan ketujuh jenis laki-laki tersebut di atas ada di sekitar kita. Tidak mau menjadi korban selanjutnya bukan? Beware!

ROMEO & JULIAN (THE UNTODL STORY)

“Bagaimana dengan orang tua kita?”, tanya Julian dengan putus asa.
“Mereka hanya bisa menilai. Mereka tidak akan mengerti tentang cinta kita.”, Romeo mencoba meyakinkan.
“Bagaimana kalau mereka mengusir kita? Bagaimana kalau mereka tidak mau mengakui kita lagi sebagai anak?”, ragu yang terpancar dari sorot mata Julian tak kunjung surut.
“Julian, sayang. Cinta kita lebih kuat dari apapun. Biarkan orang tua membenci kita. Biarkan keluarga membenci kita. Biarkan masyarakat membenci kita. Bahkan kalau seisi dunia tidak mengakui keberadaan kita, cinta ini tidak akan pernah sirna. Percayalah, selama kita saling memiliki, semua akan bisa kita lalui.”
“Tapi…”
“Ssst…” Romeo menyentuhkan telunjuknya di bibir Julian agar dia tidak meneruskan kata-katanya. Dengan lembut dia mengecup dahi Julian. Untuk sesaat Julian tenang dalam dekapan erat Romeo.
Hening. Romeo dan Julian tenggelam dalam alam pikiran masing-masing.
“Romeo…”, ucap Julian kemudian.
“Ya.”
“Berjanjilah satu hal.”
“Apa?”
“Berjanjilah bahwa kita akan selalu memperjuangkan cinta ini sampai akhir memisahkan kita.”
“Aku berjanji.”
***
Ah, so sweet! Mungkin kisah cinta seperti itu hanya kita temui dalam legenda, novel, atau film. Bagaimana tidak? Hanya dalam legenda, dua orang yang saling mencintai rela mengorbankan jiwa dan raganya. Hanya dalam novel, dua seseorang rela menempuh mara bahaya demi bisa memiliki kekasih tercinta. Dan hanya dalam film, janji setia sebuah percintaan dapat dirasa.
To be honest, semua orang mendambakan kisah romantis percintaan seperti itu dalam hidup mereka. Tidak tekecuali kaum gay. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah romantisme percintaan mereka sama seperti kaum hetero? Apakah romantisme Romeo dan Juliet dapat ditemui di kalangan homoseksual?
Sudah menjadi rahasia umum, petualangan cinta kaum homoseksual selalu dikaitkan dengan one nite stand relationship. Kenal di chat room, janjian di suatu tempat, kalau cocok langsung nyari tempat yang nyaman untuk bermesraan, setelah keduanya terpuaskan kemudian berpisah begitu saja. Obrolan penutup seperti, “Nanti telpon ya?” atau “Kapan-kapan kita ketemuan lagi.” adalah basa-basi karena setelah berpisah nomor yang bersangkutan di phone book masing-masing segera di hapus.
Tentu saja tidak semua kaum homoseksual seperti itu. Ada juga yang bisa mempertahankan relationship mereka selama satu, dua, bahkan lima tahun. Lebih jauh, ada yang memutuskan untuk menikah di luar negeri. Pertanyaannya tetap, apakah percintaan mereka didasari saling setia terhadap pasangan masing-masing? Apakah ada jaminan relationship yang terjaga sekian tahun tidak diselingi ‘petualangan’?
Mengutip pendapat Brian Kenney dalam serial Queer as Folk, jangan pernah mengharap romantisme percintaan kaum hetero dalam kisah cinta kaum homo. Mengapa? Karena kita gay. Cinta dalam kamus homoseksual tidak diartikan sebagai saling setia, berjanji sehidup semati, saling cemburu dan berujung pada pernikahan untuk mengejwantahkan kokohnya janlinan cinta diantara mereka.
Lalu, bagaimana menemukan cinta dalam hubungan homoseksual? Sebagian gay sudah teramat sangat pesimis dengan kata yang satu ini. “Persetan dengan cinta. Yang penting aku puas dan kamu juga puas. Nikmati saja hidup sebagai gay. Nggak usah pake ribet dengan urusan cinta.” Sebagain yang lain, jauh di lubuh hatinya menyimpan sebuah harapan untuk bertemu dengan soulmate-nya. Kendati hari demi hari kepercayaan itu terkikis oleh realita yang ada, namun tetap mereka berharap suatu hari nanti cinta sejati itu bisa mereka rasakan. You go boys!
***
“Julian…!”, Romeo meraung pilu seolah ingin menghentikan guyuran badai, dentuman geledek, dan kilatan petir malam itu. Julian sekarat dalam pelukannya di tengah siraman air hujan. Racun yang dimunimnya beberapa saat yang lalu beraksi dasyat. Tubuh Julian mengejang, dari mulutnya keluar busa putih. “Julian! Oh tidak!”, Romeo mengguncang bahu Julian.
“Ro… me… o…”, suara Julian lirih.
“Julian, jangan tinggalkan aku.”
“Ma… af… kan… a… ku… Ro… me… o…”
“Julian. Julian!” Kembali Romeo mengguncang bahu Julian. Tak ada reaksi. Mata Julian membelalak hampa. Nyawanya telah meluruh seiring aliran airan air hujan yang membasahi tubuhnya.
“Tidaaakkk…!” Romeo tidak percaya. Kilat menyambar, guntur menggelegar seakan menjawab teriakan Romeo.
“Julian, jangan kau tinggalkan aku.” Romeo memeluk erat tubuh Julian. Digenggamnya erat tangan dingin Julian yang basah oleh guyuran air hujan. Pada saat itulah dia menemukan botol kecil racun yang telah menewaskan pujaan hatinya.“Apa arti hidupku tanpamu, Julian.” Nanar mata Romeo menatap botol kecil yang telah berpindah dalam genggamannya. Tekadnya sudah bulat. Kalau di dunia kisah cinta mereka tidak dapat bersatu, maka biarlah di akhirat mereka merajut ulang kisah cinta yang terkoyak.

Friday, February 01, 2008

RELATIONSHIPS ARE BASED ON TRUST

It's true. Relationships are based on trust. Bagaimana sebuah relationship berjalan tanpa adanya kepercayaan? Saling-percaya-sepenuh-hati-lah yang membuat sebuah (love) relationship berbeda dari relationship yang lain. Kalau dalam hubungan pertemanan, bisnis, bahkan keluarga kita masih menyisakan sedikit ruang untuk tidak percaya pada orang lain, tidak demikian halnya dengan (love) relationship. Karenanya, kita akan dibutakan dan ditulikan. Itulah harga yang harus kita bayar dalam mempertahankan sebuah relationship.

Ketika kemudian pengkhianatan mewarnai sebuah relationships, mungkinkah ada kesempatan bagi relationship tersebut akan berhasil kelak di kemudian hari? Ketika sebuah kepercayaan dibangus setinggi dan sekokoh mungkin, seharusnya ada usaha untuk memeliharanya berbanding lurus. Sekali tembok kepercayaan itu dilubangi oleh pengkhianatan, maka luruhlah kekokohan tersebut. Kalau sudah demikian, masih mungkinkah kepercayaan tersebut dibangun kembali?

Untuk membangun kembali tembok kepercayaan itu, dibutuhkan tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Sebagian orang akan terus terbayangi pengkhianatan di masa lalu. Sebagian orang dapat memaafkan walaupun tidak untuk dilupakan. Cacat (karena penghiantan) yang telah mewarnai sebuah relationship, akan sangat mungkin berpotensi menyebabkan keretakan yang lebih parah. Karenanya, ketika kita memutuskan untuk membangun kembali kepercayaan dalam sebuah relationship, maka kedua belah pihak harus benar-benar membangun pondasi awal dengan penuh kesungguhan.

Ketika ada orang yang memintaku untuk mempercayainya sepenuh hati, well aku akan balik bertanya. "Aku bisa saja mempercayaimu sepenuh hati. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah kau bisa menjaga kepercayaanku tersebut?". Could you?